klik disini untuk lihat tautan info |
Namun, kelahiran berulang tetap terjadi tanpa adanya sosok "jiwa". Pertimbangkan perumpamaan ini: di sebuah altar Buddhis sebuah lilin mulai meredup dan hampir padam. Seorang bikkhu mengambil lilin yang lain dan menyalakannya dengan api dari lilin yang lama. Lilin yang lama padam, tetapi yang baru menyala terang. Apakah yang berpindah dari lilin yang lama ke lilin yang baru? Terdapat kaitan musabab, tetapi tak ada "sesuatu" pun yang pindah! dengan cara yang sama, terdapat kaitan musabab antara kehidupan lampau Anda dan kehidupan Anda sekarang, tetapi tidak ada "jiwa" yang berpindah.
Memang, ilusi tentang "jiwa" ini dikatakan oleh Buddha sebagai sebab akar dari semua penderitaan manusia. Ilusi tentang "jiwa" mengejewantah sebagai "ego". Fungsi alami yang tak terhentikan dari "ego" adalah untuk mengendalikan. Ego yang besar ingin mengendalikan dunia, ego yang sedang mencoba mengendalikan lingkungan rumah, keluarga, dan tempat kerja, dan semua ego berjuang untuk mengendalikan apa yang mereka anggap sebagai badan dan batin mereka sendiri. Kendali semacam itu mewujud sebagai nafsu dan penolakan, dan hasilnya adalah kurangnya kedamaian internal dan keselarasan eksternal. Ego inilah yang menuntut untuk meraup kepemilikan, memanipulasi pihak lain, dan mengeksploitasi lingkungan. Tujuannya adalah untuk kebahagiaannya sendiri, tetapi tak pelak menghasilkan penderitaan. Ego berhasrat untuk puas tetapi mengalami ketidakpuasan. Penderitaan yang berakar kuat semacam ini tidak dapat sampai pada sebuah akhir sampai kita melihat, melalui pandangan cerah berlandaskan meditasi yang mendalam dan kokoh, bahwa gagasan "aku dan milikku" tidak lebih dari khayalan belaka.
sumber : buku "Hidup Senang Mati Tenang" oleh Ajahn Brahm
diterbitkan oleh Ehipassiko Foundation http://www.ehipassiko.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar