Buku ke-5 DIALOG DENGAN ALAM DEWA
Oleh Herman Utomo & Ny. Silvie Utomo
daftar isi
kata pengantar
pendahuluan
1. Semar siapa dan
ada dimana
2. Kebijaksanaan
para dewa
kasus i. Vihara
rumahan
kasus ii. Medium
kasus iii.
Perubahan drastis
3. Hukum alam
semesta
kasus i. Mau
menerima kesembuhan, tidak memberi kepedulian
kasus ii. Mau
menerima kesembuhan, tidak lupa memberi kepedulian
kasus iii. Yang
diberikan menentukan yang akan diterima
4. Roh dan strata
roh
• kehidupan manusia
dengan strata nirwana
kasus i. Joko yang
pengusaha
kasus ii. Halim,
suhu dan sin she
• apa keuntungan
mempunyai strata nirwana?
• skkb = 0
5. Strata altar
6. Apa kata para
dewa tentang amal
• peranan kotak
amal
• perpuluhan dan
2,5
• amal dan
persembahan
• tahu beres =
instan
7. Ziarah ritual di
lorong kecil
8. Kanjeng ratu
kidul
9. Garis kodrat
hidup
10. Umbul jumprit
11. Parang tritis
12. Petilasan suci
dan berkahnya
13. Ziarah ke
petilasan jambe pitu
14. Memohon maaf
dan memaafkan
15. Bertanya di
altar
16. Ajaran sang
budha untuk mira
KATA PENGANTAR
Seperti semua buku yang telah kami tulis, isi buku ini juga tidak mewakili
salah satu aliran kepercayaan dan agama. Tulisan dalam buku ini berdasarkan
pengalaman yang telah saya dan istri jalani selama puluhan tahun dalam meniti
laku spiritual setahap demi setahap dibawah bimbingan guru roh kami berdua.
Menerima petunjuk, penjelasan, nasehat, dan pelajaran-pelajaran spiritual,
bukan hanya dari guru sejati kami masing-masing, tetapi juga dari para guru roh
kami yang lain. Sebagian besar berupa dialog walaupun ada yang berupa kasus dan
kejadian. Beberapa dialog kasus dan wejangan inilah yang akan kami tulis dalam
buku ini. Siapa tahu ada yang cocok dan bermanfaat bagi pemahaman anda.
Kalau di dalam buku ini
ada kutipan kata dan kalimat maupun istilah yang sama atau mirip dengan kata
dan kalimat dalam ajaran salah satu agama. Itu semata-mata hanya untuk tujuan
penjelasan agar mudah dimengerti, dengan meminjam atau memakai istilah yang
sudah banyak dikenal dalam masyarakat. Jadi hanya meminjam istilahnya saja,
bukan mewakili ajarannya.
Begitu juga lambang TAO
di sampul depan buku ini juga tidak mewakili aliran TAO dan umat Tao-is. Gambar
TAO yang merupakan lambang keseimbangan adalah wujud hukum alam semesta, berada
di pusat jagad raya. Semua yang ada di alam semesta dapat berjalan dengan baik
karena adanya hukum keseimbangan, yang keluar dari keseimbangan akan bermasalah
dan hancur.
Setelah buku ke-3 saya
yang berjudul “Menelusuri Jalan Spiritual” diterbitkan, begitu banyak orang menanyakan
tentang guru roh, siapa guru rohnya, bagaimana cara memperoleh guru roh, dimana
dapat mengangkat guru roh, dan ritualnya bagaimana? Begitu juga banyak yang
menanyakan mengenai strata roh, apakah punya strata nirvana atau tidak?
Bagaimana mengetahuinya? Dan banyak lagi mengenai strata roh dan strata para
roh suci atau para dewa, strata altar, dan lain-lain. Semoga apa yang saya
tulis dalam buku ini mengenai roh dan strata roh dapat menjawab sebagian
pertanyaan-pertanyaan diatas. Tidak semuanya dapat terjawab, sebab adanya unsur
“garis pribadi” yang harus diperhitungkan dan diteliti.
Saya selalu menjaga
untuk tidak mencela altar rumahan seseorang, mencela tempat ibadah seseorang,
mencela ilmu spiritual seseorang dan mencela ajaran dari guru-guru spiritual.
Walaupun saya tahu ada yang kurang baik atau adanya unsur non Ilahi. Sebagian
besar dari mereka saya anjurkan untuk bertanya sendiri kepada para dewa dan roh
suci yang ada di altar Vihara Tri Dharma. Sebab kebijaksanaan para dewa dan roh
suci di altar Vihara jauh lebih baik dan lebih luas jangkauannya. Jadi banyak
yang saya anjurkan untuk bertanya sendiri di Vihara Dewi Kwan Im Banten.
Dampaknya kemudian muncul lah isu bahwa “HERMAN Banten sentris”. Saya bukan
Banten sentris, kalau anda mau ke Plered-Cirebon, Welahan-Kudus atau Tuban juga
boleh. Jarak Jakarta-Banten jauh lebih dekat dibandingkan yang lain.
Beberapa kasus dalam buku ini dapat memperjelas sampai seberapa jauh
kebijaksanaan para dewa dan roh suci dibandingkan manusia. Karena beberapa kasus
dalam buku ini bersifat pribadi, yang kurang baik untuk diketahui orang lain,
maka nama dan tempat pelakunya telah kami samarkan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada kedua anak kami, Chris Rahmat Utomo dan
Maria L. Sari yang telah membantu pengetikan naskah, mengoreksi dan mengedit.
Juga kepada Ali Susanto yang telah melakukan setting dan pencetakan buku ini.
Juga kepada para sponsor dan semua pihak sehingga buku ini dapat diterbitkan.
Penulis,
Herman Utomo
Ny. Silvie Utomo
Pendahuluan
Banyak diantara tamu
yang datang untuk diskusi maupun konsultasi mengenai spiritual yang menanyakan
kepada saya dan istri, apa sebenarnya aliran kepercayaan atau agama yang kami
anut. Sebentar mereka bertemu dengan kami di beberapa Vihara Budhis, baik
aliran Theravada maupun aliran besar Mahayana. Juga melihat kami berdoa dan
bersembahyang di gereja Kathedral maupun di gereja Protestan, di pura-pura
Hindu di pulau Bali, di candi-candi Hindu dan Budha di pulau Jawa, di
petilasan-petilasan suci aliran Kejawen di pulau jawa dan juga sembahyang di
banyak Klenteng / Vihara Tri Dharma.
Kami memang bersujud dan
berdoa kepada Sang Budha Gautama, tapi kami tidak bersujud kepada Theravada
maupun kepada Mahayana, Ekayana, Sutrayana, Tantrayana atau yana yang lain.
Oleh karena itu kami juga tidak terikat oleh aturan dan ajaran spesifik mereka.
Begitu juga kami berdua
bersujud dan berdoa kepada Yesus Kristus, kami tidak bersujud kepada gereja
katholik maupun kepada gereja protestan. Oleh karena itu kamipun tidak terikat
oleh aturan-aturan gereja Katholik maupun ajaran dan aturan ritual gereja
Protestan. Begitu juga untuk aliran Tao, Hindu, Kejawen dan lain-lain.
Banyak petilasan suci
dan keramat suci dari banyak aliran kami kunjungi untuk beribadah dan kami
banyak mendapatkan wejangan, penjelasan dan pelajaran-pelajaran mengenai
perjalanan hidup, makna hidup dan laku spiritual. Yang diberikan oleh banyak
roh suci dan tokoh suci. Seperti Dewi Kwan Im, Dewa Hian Thian Siang Tee, Eyang
Semar, Kanjeng Ratu Kidul para Budha, para Bathara dan lain-lain.
Di dalam buku ini saya hanya memilihkan beberapa kasus untuk menunjukkan
kebijaksanaan para roh suci dan para dewa yang begitu tinggi. Roh suci dan para
dewa tidak selalu memberikan yang sebenarnya, tetapi selalu yang terbaik untuk
manusia. Buat apa kebenaran kalau tidak membawa kebaikan.
Juga beberapa wejangan
yang kami terima dari para roh suci di tempat-tempat yang kami kunjungi bersama
rombongan. Seperti di Jumprit, Parang Tritis, Jambe Pitu dan lain-lain.
Wejangan mengenai perlunya wadah persaudaraan dalam sesama pelaku spiritual,
agar kalau ada kesalahan atau penyimpangan segera dapat diketahui. Kesalahan
sendiri sulit untuk diketahui atau disadari, orang lain yang lebih tahu.
Perlunya guru-guru roh yang lain disamping guru roh yang sudah ada, sebab dalam
laku spiritual, seseorang membutuhkan bermacam-macam bekal sesuai dengan
misinya masing-masing. Perlunya fondasi spiritual yang pembentukannya dapat
diperoleh dari roh suci dan dewa tertentu. Perlunya “membersihkan diri” yang dapat
diperoleh di tempat tertentu dengan memohon kepada roh suci yang bersemayam
disitu. Perlunya petunjuk dan nasehat dari para guru roh agar dapat menemukan
“jalan kebenaran”, jalan yang perlu ditempuh oleh seorang pelaku spiritual. Dan
supaya tidak sesat ke jalan non-Ilahi tanpa disadari.
Kesemuanya ini tentu
tidak mudah untuk diketahui. Pertama perlu pengertian spiritual dan pemahaman
spiritual yang harus dibina setahap demi setahap, yang umumnya membutuhkan
waktu yang lama. Kedua, perlunya mempunyai sarana untuk dapat berkomunikasi
dengan guru roh, walau awalnya harus dengan sarana komunikasi searah yang
sangat sederhana, baru kemudian setahap demi setahap ditingkatkan.
Komunikasi yang lebih
mudah dan efektif adalah kalau anda dapat memohon petunjuk dan nasehat kepada
para dewa di Kelenteng Tri Dharma dengan memakai sarana pak-pwee. Sarana umat
untuk dapat bertanya sendiri kepada para dewa hanya ada di Kelenteng / Vihara
Tri Dharma. Maka beruntunglah mereka yang masih mau memakai sarana ini.
Bagi seorang pelaku
spiritual yang telah mempunyai kemampuan supranatural, baik berupa mata gaib
maupun telinga gaib, petunjuk, nasehat dan ajaran dari guru roh dapat cepat
diterima dan dimengerti. Diujung tulisan ini saya berikan contoh beberapa
ajaran Sang Budha yang diterima oleh Mira, seorang ibu rumah tangga yang
mempunyai pengelihatan dan kemampuan dialog dengan gaib yang sangat prima.
Bagi yang belum memiliki kemampuan berkomunikasi dengan para dewa dan roh suci,
kami muat beberapa diagram prosedur bertanya untuk beberapa keperluan. Semoga
semuanya dapat bermanfaat dan membantu anda menemukan jalan keluar masalah yang
sedang anda hadapi. Silahkan ikuti semua informasi yang ada dalam buku ini.
1. Semar Siapa dan Ada
Dimana
Pada bulan Maret 1995,
di Taman Mini Indonesia Indah, saya dan istri menghadiri seminar dengan judul
“Semar Siapa dan Ada Dimana”. Hadir dalam seminar ini adalah para undangan dari
berbagai kalangan, seperti para sastrawan dan budayawan, para dalang wayang,
para spiritualis dan paranormal serta para pemerhati metafisika.
Masing-masing golongan mengemukakan dan memberikan pendapat serta penjelasan
mengenai tokoh Semar ini.
Secara garis besar dapat saya singkat seperti ini :
1. Golongan sastrawan dan budayawan mengatakan bahwa tokoh Semar dan punakawannya
ditemukan dalam cerita klasik Maha Bharata, dari kebudayaan Hindu di India. Di
dalam naskah asli Maha Bharata di India, tokoh Semar dan punakawannya Petruk,
Gareng dan Bagong ini tidak ada. Jadi tokoh Semar dalam kisah Maha Bharata
versi pewayangan tanah Jawa ini adalah rekayasa manusia. Tokoh buatan manusia
di Jawa.
2. Golongan dalang-wayang mengatakan bahwa tokoh Semar dan punakawannya ada di
dalam pakem pewayangan wayang-purwa. Jadi tokoh Semar memang ada di pakem
wayang-purwa.
3. Golongan spiritualis dan paranormal mengatakan bahwa mereka pernah bertemu
dan berdialog dengan tokoh Semar ini, pernah menerima wejangan dan lain-lain
dari beliau. Jadi tokoh Semar memang ada.
Suatu diskusi yang sangat menarik. Saya dan istri mengikuti dengan seksama
semua versi penjelasan dan pemahaman yang mereka kemukakan. Tetapi saya dan
istri mempunyai versi pemahaman sendiri.
Eyang Semar, demikian kami berdua menyebut beliau. Eyang Semar adalah salah
satu dari Guru Roh saya, juga Guru Roh istri saya. Jadi kami berdua sudah
sering bertemu dan menghadap beliau untuk menerima pelajaran dan bimbingan
dalam laku spiritual yang kami jalani.
Suatu hari di dalam
meditasi, Eyang Semar hadir memberikan pelajaran dan bimbingan spiritual kepada
kami berdua. Pada kesempatan itu kami menanyakan pada beliau, Semar siapa dan
ada dimana. Beliau menjawab : “Itu adalah urusan gaib, kalian tidak perlu
tahu.”
Tentu saja jawaban
seperti ini belum membuat kami puas, rasa ingin tahu kami tentang tokoh Semar
masih tetap menggoda kami untuk bertanya lagi.
Pada suatu waktu dimana
ada kesempatan untuk bertanya, kami menanyakan lagi kepada beliau, Eyang Semar
menjelaskan : “Kalau ada jurnalis menulis tentang kalian berdua, maka dia akan
menulis apa saja yang dilihat, didengar dan diketahui oleh panca indranya.
Tetapi kalau yang menulis tentang kalian berdua adalah seorang spiritualis yang
mempunyai indra ke-enam, maka dia akan menulis apa saja yang dia ketahui
melalui panca indranya, juga melalui indra ke-enamnya. Jadi dimensi gaib dan
tokoh gaib yang ada di sekeliling kalian akan ikut ditulis. Apakah sekarang
kalian sudah mengerti mengapa pada versi India dan versi Jawa berbeda?”
Semua penjelasan Eyang
Semar ini juga belum membuat saya dan istri berhenti untuk mencari tahu, siapa
tokoh Semar ini? Setelah berselang lama sejalan dengan laku spiritual yang kami
jalani, sejalan dengan peningkatan pemahaman spiritual yang kami dapat, kami
berdua memohon penjelasan lagi kepada Guru Roh kami Eyang Semar. Inilah
penjelasan beliau :
- Aku ini adalah pembantunya Gusti Allah.
- Akulah yang paling tahu “kehendak Allah” untuk manusia.
- Tugasku adalah mengasuh para satria yang sedang menjalankan tugas “kebenaran
Allah”.
- Aku dapat memakai “jati diri” siapa saja, dimana saja dan kapan saja.
- Wujudku dapat menjadi putri yang cantik sampai raksasa yang mengerikan.
Apakah kalian sudah mengerti?
Selesai Eyang Semar menjelaskan, kami berdua menitikkan air mata karena
terharu, berbahagia dan bersyukur, bahwa di dalam kehidupan ini Eyang Semar
berkenan membimbing kami dalam laku spiritual yang kami tempuh sebagai salah
satu dari Guru Roh kami.
Sedikit tambahan untuk penjelasan :
1. Kami berdua bersama teman-teman berjumlah 9 orang membuat sanggar spiritual
di salah satu rumah teman tersebut. Di ruang kami berkumpul pada dinding depan
akan dipasang sebuah wayang tokoh Semar. Eyang Semar memang sering hadir dalam
memberikan bimbingan dan wejangan spiritual. Pada suatu kesempatan seluruh
anggota sanggar ingin mendapat nasehat mengenai sebuah wayang Semar yangakan dipasang
dalam ruangan tersebut. Apakah sebaiknya dipasang wayang Semar dengan jati diri
seperti di pemakaman atau seperti tokoh semar dengan jati diri sosok Resi
Badramaya atau Begawan Ismaya.
Eyang semar menjelaskan, “Jati diriku tidak penting, akan tetapi jati diriku
yang sudah banyak dikenal secara merakyat adalah sebagai Semar dan
punakawannya, maka pakailah jati diri Semar sebagai punakawan.”
2. Eyang Semar adalah Roh Suci dari tingkat langit yang tinggi sekali atau dari
tingkat Nirvana yang tinggi sekali. Roh Suci ini turun di tanah Jawa sebagai
tokoh Semar. Roh Suci ini juga pernah turun di Mesir, di Timur Tengah, di India
dan di negri Tiongkok dengan jati diri yang berbeda dan di jaman yang berbeda
pula.
3. Jati diri tokoh Semar banyak dipalsu oleh makhluk gaib non Illahi atau
makhluk gaib jenis jin. Jadi sebaiknya selalu waspada, hati-hati dan teliti
dalam memasuki alam gaib dan bertemu dengan tokoh Semar.
2. Kebijaksanaan Para
Dewa
Banyak diantara para
tamu saya yang sudah akrab sekali dengan dunia paranormal, supranatural dan
juga spiritual. Ada yang sebagai pelaku, ada juga sebagai pengunjung. Yang
terakhir ini paling banyak menjadi tamu saya.
Mereka sudah biasa
berkunjung dari satu “orang pintar” ke “orang pintar” yang lain. Terutama
orang-orang yang dapat “menurunkan” para dewa dan roh suci untuk memberikan
pertolongan kepada para tamunya. Biasanya mereka disebut medium, loktung atau
tungsen.
Begitu sering saya
melihat bahwa dibelakang para “orang pintar” ini adalah gaib-gaib yang bukan garis
Illahi, melainkan makhluk gaib jenis jin yang mengaku para dewa atau roh suci,
lengkap dengan memalsukan jati diri para dewa dan roh suci idola dari para
orang pintar ataupun para medium.
Begitu banyaknya yang
palsu dibandingkan yang asli, sepuluh banding satu. Maka saya sampai tidak
berani mengatakan secara terang-terangan dan langsung, sebab nanti dapat muncul
anggapan bahwa yang bersih dan asli hanya Herman saja, yang lain semuanya sudah
tercemar dan palsu.
Untuk menghindari anggapan seperti inilah, maka saya selalu menyarankan kepada
mereka untuk melakukan evaluasi dan bertanya sendiri langsung kepada para dewa
dan roh suci yang duduk di altar
Vihara atau Kelenteng.
Bukan bertanya kepada petugas Kelenteng atau suhu yang buka meja di kompleks
atau halaman Kelenteng. Dengan demikian yang menyatakan “hitam” atau “putih”nya
seorang medium atau suhu bukan saya, tetapi dewa yang di altar.
Ada beberapa kasus yang
akan saya ceritakan disini, bahwa apa yang sebenarnya saya ketahui dengan apa
yang dinyatakan oleh para dewa di altar berbeda. Para dewa dan roh suci
mempunyai kebijaksanaan yang lebih tinggi dan luas. “Petunjuk dari para dewa
dan roh suci tidak selalu yang sebenarnya, tetapi selalu yang terbaik untuk
saat itu”. Rambu ini sudah saya tulis dan saya jelaskan dalam buku ketiga saya
berjudul “Menelusuri Jalan Spiritual” warna sampul biru.
Kasus pertama : Vihara
rumahan
Amir, di rumahnya
mempunyai altar yang besar dan indah, altar utama Dewi Kwan Im didampingi
beberapa para dewa. Amir menerima tamu yang minta pertolongan baik urusan
kesehatan maupun masalah kehidupan duniawi. Jadi Amir membuka altar rumahannya
menjadi Vihara rumahan, sebab altar di rumahnya terbuka untuk para tamunya yang
ingin sembahyang.
Suatu hari Amir membawa
saya dan istri ke rumahnya untuk melihat altar. Begitu masuk rumahnya, saya dan
istri terkejut melihat altar yang begitu bagus dan besar berada di rumah yang
tidak begitu besar. Dengan mata batin saya dan istri mengamati altar tersebut.
Ternyata altar yang begitu bagus dan besar itu dihuni oleh segerombolan jin.
Jin-lah yang duduk di altar tersebut. Tidak ada satu roh sucipun di situ.
Saya dan istri tidak
langsung memberitahu Amir. Saya hanya minta Amir melakukan evaluasi altarnya di
Vihara Dewi Kwan Im, sebagai standard prosedur kalau punya altar di rumah.
Tanyakan apakah Dewi Kwan Im dan para dewa yang di altar itu masih berkenan
turun atau duduk di altar rumahnya.
Sekitar satu minggu kemudian Amir memberitahu bahwa dia telah menanyakan
altarnya di Vihara Dewi Kwan Im. Jawaban dewi Kwan Im bahwa altar Amir semua
baik dan Dewi Kwan Im masih berkenan “turun” atau duduk di altar rumahnya.
Tentu saja keterangan
Amir ini mengejutkan saya dan istri. Kenapa yang kami berdua ketahui dan lihat
sangat berbeda dengan petunjuk Dewi Kwan Im dari altar Vihara. Malamnya waktu
kami meditasi menghadap Dewi Kwan Im, kami menanyakan masalah Amir ini. Inilah
penjelasan Dewi Kwan Im :
“Apa yang kalian ketahui dan kalian lihat di altar rumah Amir semuanya benar,
altar itu dihuni banyak jin, dan aku tidak pernah hadir di altar tersebut. Tapi
Amir ini sangat sujud sembahyang padaku. Saat dia sembahyang, kukirim utusanku
untuk menerima doanya. Utusanku tidak “turun” di altar, melainkan di ruang lain
di rumahnya. Setelah Amir selesai sembahyang, utusanku pulang kembali.
Walaupun jin yang duduk
di altar bukan jin yang baik, tapi jin ini tidak mengganggu Amir dan
keluarganya, jin ini hanya menikmati sajian di altar dan merasa nyaman tinggal
di altar tersebut.
Kalau kuberitahu bahwa altarnya itu cuma jin, maka Amir akan berusaha untuk
membersihkan altarnya, akan mengusir gerombolan jin di altar itu. Amir tidak
mempunyai kekuatan maupun kemampuan untuk mengusir. Memang Amir dapat meminta
pertolongan kalian untuk mengusir jin dan membersihkan altarnya. Tetapi kalian
tidak dapat membersihkan rumah Amir yang sudah berunsur yin/negatif yang
disebabkan tumbal yang dipasang di rumah itu oleh paranormal teman Amir
mempergunakan candu, dan candu atau morfin itu sudah meresap dan menyatu dengan
tanah.
Amir juga tidak dapat
pindah dari rumahnya sebab rumah itu tidak dapat dijual karena masalah
surat-suratnya. Jadi lebih bijaksana untuk memberitahu tidak yang sebenarnya,
tetapi yang terbaik kepada Amir.” Demikianlah penjelasan Dewi Kwan Im kepada
kami berdua.
Amir bukan medium, tetapi dapat menerima bisikan batin dari alam gaib.
Kasus kedua : Medium
July datang jauh-jauh
dari luar pulau khusus untuk bertemu dengan saya. Tujuannya untuk mendapatkan
inisiasi mengangkat Guru Roh. Saya tanya dia apakah dia sudah tahu apa arti
mengangkat Guru Roh, dia jawab sudah. “Apakah sudah tahu siapa Guru Roh anda?”
Dia jawab sudah, Dewi Kwan Im. “Apakah anda sudah siap menelan pil pahit?” Dia
jawab sudah. Saya kagum juga mendengar jawabannya yang begitu mantap tanpa
ragu-ragu. July bilang bahwa dia sudah membaca berkali-kali dan mempelajari apa
yang telah saya tulis dalam buku ketiga saya “Menelusuri Perjalanan Spiritual”.
Dia mantap mau mengangkat Guru Roh kepada Dewi Kwan Im.
Melalui mata batin saya
memeriksa July, mempunyai strata roh Nirvana, sudah mempunyai daya
supranatural, rohnya sudah bangkit/bangun, dan Guru Rohnya dalam kehidupan ini
memang benar Dewi Kwan Im.
July berusia 30-an
tahun, masih lajang, 15 tahun menjadi medium dan masih berlanjut sampai
sekarang. Di rumahnya dibangun vihara rumahan, sudah rutin menerima tamu yang
minta tolong di Vihara rumahannya.
Yang menjadi perhatian
saya adalah Vihara rumahannya, sebab altar utamanya bukan para dewa yang sudah
banyak dikenal masyarakat, tetapi yang jarang ada dan saya baru pertama kali
ini mendengarnya. Saya konsentrasi untuk melihat altar dari Vihara di rumah
July. Ternyata yang ada di altar itu bukan para dewa dan roh suci, melainkan
jin yang menyamar atau dewa palsu.
Di hati saya ada rasa
sayang dan iba terhadap July. Dia relatif masih muda, dia tidak tahu kalau
sudah 15 tahun dikelilingi para dewa palsu, jin yang menyamar. Karena rasa
sayang dan iba tadi, saya telah keluar dari prinsip saya untuk tidak
terang-terangan mengatakan altar orang lain sudah tercemar atau hitam.
Saya beritahu July bahwa altar dia sudah tercemar jin. Yang turun sebagai dewa
di dirinya adalah dewa palsu. Supaya dia hati-hati, perintah dan petunjuk yang
aneh-aneh supaya jangan begitu saja dipercaya, dipikirkan dulu baik-baik,
pertimbangkan resiko dan akibatnya.
July saya anjurkan
berkunjung ke Vihara Dewi Kwan Im di Banten untuk “cross-check” semua yang saya
jelaskan, tanyakan satu persatu kebenarannya. Jangan mudah percaya begitu saja
apa yang dikatakan orang, termasuk yang saya katakan.
Dua hari kemudian July
dari Vihara Banten menelepon saya, bahwa dia telah menjalankan semua saran
saya. Jawaban dari Dewi Kwan Im di altar Vihara Banten adalah semua baik,
altarnya baik, dewa yang turun juga baik, misinya menolong manusia supaya
diteruskan, dan tidak perlu mengangkat Guru Roh. July menanyakan apakah dia
perlu bertemu saya lagi. Saya jawab : “Tidak perlu, ikuti saja semua yang telah
ditunjuk oleh Dewi Kwan Im, tidak perlu ragu.”
Malam harinya, kembali
saya memohon penjelasan kepada Dewi Kwan Im mengenai July yang medium ini.
Inilah penjelasan Dewi Kwan Im : “Altar dan Vihara rumahan milik July memang
sudah tercemar, semuanya palsu, jin-lah yang duduk di altar. July dan
orang-orang disana tidak ada yang mempunyai kemampuan untuk mengusir jin di altar.
Kalau dipaksakan, July bisa celaka digebuki oleh gerombolan jin ini. Kalian
juga tidak dapat menolong July karena jarak perjalanan yang jauh.
July juga tidak dapat
menutup Vihara rumahannya sebab membuka Vihara rumahan dan praktek sebagai
medium merupakan sumber penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidup July dan
keluarganya. Jin di altar July tidak akan mengganggu July dan keluarganya
selama dia tidak diusik dan diusir. Para jin itu hanya menikmati sajian dan
tinggal di tempat yang nyaman.” Begitulah penjelasan yang saya terima. “Tidak
yang sebenarnya, tetapi yang terbaik.”
Kasus ketiga : Perubahan
drastis
Alin ikut kelompok
penyembuhan prana, melakukan penyembuhan gratis untuk umum. Sekalian digunakan
oleh kelompok ini untuk mempraktekkan pendalaman ilmu prananya. Alin termasuk
anggota lama dalam kelompok ini, dia sudah mampu mendeteksi penyakit dan
melakukan penyembuhan dengan prana.
Saya mengenal Alin sudah
beberapa yahun, dan saya tahu kalau kelompok penyembuh prana yang diikuti oleh
Alin bukan dari garis Illahi. Untuk menjaga hubungan baik, saya tidak pernah
mengusik kelompok ini di hadapan Alin. Sampai suatu hari Alin meminta saya
mendampingi untuk memohon inisiasi mengangkat Guru Roh di suatu Vihara atau
Kelenteng.
Selesai melakukan upacara
ritual mengangkat Guru Roh, saya anjurkan Alin untuk tanya di altar, apa saja
yang masih diperbolehkan dan apa saja yang sudah dilarang untuk dilakukan oleh
Alin setelah mempunyai Guru Roh. Seperti, apakah masih boleh menggunakan prana
yang sudah dimiliki untuk menyembuhkan orang? Apakah masih diperbolehkan untuk
meneruskan latihan prana dalam kelompoknya? Atau apakah dia masih boleh
bergabung dalam kelompok ini?
Melalui sarana “pak-pwe”, Alin mendapat jawaban bahwa semua kegiatan di
kelompok ini masih boleh dijalankan, tidak apa-apa.
Saya agak heran, kenapa
dewa di altar yang sekarang sudah menjadi Guru Roh Alin masih mengijinkan Alin
mengikuti kelompok prana ini, kelompok prana yang non Illahi.
Saya menghadap di altar, saya menanyakan kenapa Alin masih diperbolehkan
bergabung dan mengikuti kegiatan di kelompok prana ini. Inilah penjelasan sang
dewa di altar :
“Alin termasuk anggota senior di kelompok ini, sudah lama dan bertahun-tahun
aktif di kelompok ini. Maka janganlah melakukan perubahan drastis dengan
menyuruh Alin segera keluar dari kelompoknya sehingga membuat lingkungannya
menjadi heboh. Kalian ingatkan Alin agar setiap tahun melakukan evaluasi dan
menanyakan kembali apa saja yang masih boleh dilakukan dan apa saja yang sudah
harus ditinggalkan.”
Sesuai pesan dewa di
altar Vihara, saya ingatkan Alin agar dia jangan lupa untuk melakukan evaluasi
laku spiritualnya minimal satu kali dalam satu tahun. Dan menanyakan kembali
apa saja yang masih boleh dilakukan, apa sekarang masih baik dijalankan.
Melewati tahun kedua, Alin sudah tidak aktif lagi di kelompok prananya. Guru
Rohnya sudah melarang Alin masuk kelompok prana ini.
Sampai sekarang saya masih mengingat dengan baik nasehat dari dewa di altar :
“Jangan melakukan perubahan drastis sehingga membuat lingkungannya menjadi
heboh.”
3. Hukum Alam Semesta
Hukum alam semesta, ada
juga yang menyebutnya sebagai hukum Allah, adalah hukum keseimbangan. Semua
sistem di jagad raya atau di alam semesta ini dapat berjalan karena adanya
keseimbangan. Yang keluar dari keseimbangan akan hancur.
Para guru roh saya menjelaskan, hukum keseimbangan di satu sisi menurunkan
hukum sebab akibat, yang menghasilkan hukum karma, dan hukum karma membuahkan
reinkarnasi. Ini yang disebut siklus kehidupan. Dan ini sudah banyak diketahui
dan dibahas.
Di sisi yang lain, hukum keseimbangan juga turun sebagai hukum memberi dan
menerima. Hukum ini terdiri 3 bagian:
1. Yang tidak memberi, tidak menerima.
2. Yang mau menerima, perlu mau memberi.
3. Yang diberikan, menentukan yang akan diterima.
Ketiganya ini disebut kepedulian hidup atau tata kehidupan manusia.
Guru roh saya menjelaskan bahwa banyak orang yang belum mengerti dan memahami
hukum memberi dan menerima ini. Sehingga mereka banyak yang melepas kepedulian
hidup, menjadi egois atau mementingkan diri sendiri. Hal ini mendatangkan
masalah dalam perjalanan hidupnya.
1. Yang tidak memberi tidak dapat menerima,
ini artinya orang yang
tidak pernah memberi, memberi kebajikan, memberi amal, memberi pertolongan dan
memberi kepedulian kepada orang lain, maka pada dirinya tidak tumbuh wadah
untuk menerima. Jadi walaupun Allah sudah menurunkan pertolongan, pertolongan
itu akan merosot jatuh ke bawahtanpa ada yang dapat menerima, sebab wadah untuk
menerima tidak ada.
Hal seperti ini banyak saya temukan dalam kasus menolong menyembuhkan orang
atau menolong melepaskan penderitaan orang. Si A mudah ditolong, tetapi si B
susah ditolong, padahal kasusnya hampir sama.
2. Yang mau menerima, perlu mau memberi,
Sebagian besar manusia
hanya mau menerima dan menerima saja. Menerima yang enak, yang baik dan yang
menyenangkan untuk dirinya. Tapi melupakan untuk memberikan kepada orang lain
hal yang sama.
Juga banyak orang berdoa dan sembahyang kepada para dewa dan roh suci, memohon
apa saja yang diinginkan. Memohon dan memohon terus, lupa untuk memberi. Para
dewa dan roh suci dalam menjalankan tugas untuk menolong manusia tidak berani
keluar dari hukum alam, hukum keseimbangan. Oleh karena itu kalau mau berdoa
dan sembahayang di Vihara atau klenteng bawalah persembahan untuk para dewa dan
roh suci yang duduk di altar, agar terjadi keseimbangan. Yang mau menerima
perlu memberi. Tidak cukup hanya menyalakan lilin dan pasang Hio saja. Mengenai
sembahyang di klenteng atau vihara telah saya tulisdalam buku pertama sampul
warna hijau dengan judul"Ibadah dari Vihara ke Vihara."
Ada 3 kasus yang akan
saya ceritakan disini :
a. Mau menerima kesembuhan, tidak mau memberi kepedulian.
Elly seorang dokter, ibu
rumah tangga dan umat Katholik yang taat. Dia menderita penyakit kanker sudah
menahun. Berbagai cara pengobatan medis sudah dilakukan, tetapi tidak berhasil.
Akhirnya dia memutuskan untuk ziarah ke Lourdes memohon penyembuhan spiritual
kepada Bunda Maria disana. Ajaib, penyakit kankernya berangsur-angsur sembuh.
Setelah sembuh total
secara medis, dia dan suaminya mau berlibur ke luar negeri, bukan ke Lourdes.
Salah satu teman dekatnya mengingatkan, mengapa tidak berlibur ke Lourdes saja
sekalian mengucapkan terima kasih dan membawa persembahan untuk Bunda Maria
disana. Dia mengatakan bahwa untuk berterima kasih dapat dari mana saja, tidak
perlu datang lagi ke Lourdes.
Istri saya waktu tahu
kejadian ini memberi tahu teman dekat Elly, bahwa Elly ini belum tahu dan
mengerti tentang “yang mau menerima perlu mau memberi”. Dia mau ke Lourdes
untuk menerima penyembuhan, setelah sembuh dia tidak mau ke Lourdes untuk
memberikan persembahan dan terima kasih kepada Bunda Maria. Dia keluar dari
hukum alam, hukum keseimbangan.
Elly cukup lama diberi
kesempatan untuk sadar bahwa dia perlu untuk datang kembali ke Lourdes. Tapi
rupanya setelah sembuh dia lupa diri, mengira masalah penyakitnya sudah lewat,
sudah tidak ada. Sayang sekali, penyakit kankernya muncul kembali dan tidak
dapat ditolong lagi.
b. Mau menerima kesembuhan, tidak lupa memberi kepedulian.
Dona seorang ibu rumah
tangga berumur 30-an, menderita penyakit kanker sudah lebih dari 5 tahun.
Menurut dokter, penyakit kankernya sudah stadium 4 lanjut. Sudah tidak ada
harapan untuk sembuh. Setelah melihat data dirinya, dengan mata batin saya
memeriksa penyakit Dona. Penyakit kanker dona disebabkan unsur non medis yang
sudah menjadi medis, berasal dari gaib penunggu rumahnya yang jahat. Setelah
makhluk gaib penunggu rumahnya saya singkirkan dan gangguan gaib yang ada di
dalam badan Dona saya bersihkan, Dona saya beri resep obat yang perlu diminum
untuk minimal selama satu tahun. Obat tersebut harus dibeli dan dibuat sendiri
setiap hari.
Dalam waktu 5 bulan
minum obat yang saya berikan dan paralel dengan pengobatan dokter, Dona
dinyatakan sembuh total. Sampai hari ini, setelah 3 tahun lebih penyakit
kankernya tidak muncul kembali.
Salah satu faktor yang menyebabkan Dona dapat sembuh total begitu cepat adalah
Dona dan suaminya selalu menjaga untuk tidak keluar dari hukum alam, hukum
keseimbangan yang turun sebagai hukum memberi dan menerima. Dona dan suaminya
mempunyai pandangan hidup yang luar biasa, saya belum pernah bertemu dengan
orang yang mempunyai pandangan seperti mereka.
Selama lebih dari 5 tahun, Dona mengeluarkan biaya pengobatan penyakit
kankernya sekitar 5 juta rupiah per bulan, penyakitnya tetap ada dan tidak
sembuh. 5 juta per bulan untuk pengobatan yang tidak dapat menyembuhkan
penyakitnya.
Setelah penyakitnya
sembuh, dia mempunyai pikiran yang sangat positif, dia mempunyai kepedulian
hidup yang baik. Kalau dulu dia harus keluar biaya pengobatan 5 juta rupiah
tiap bulan, tanpa kesembuhan, apa salahnya setelah sembuh dia mengeluarkan uang
1 juta rupiah tiap bulan untuk diamalkan. Itulah yang dilakukan oleh Dona dan
suaminya. Secara ekonomi Dona dan suaminya bukan orang kaya, tetapi kepedulian
hidupnya mengalahkan orang kaya.
c. Yang diberikan, menentukan yang akan diterima.
Yang diberikan,
menentukan yang akan diterima. Saya hanya memberikan sebuah kasus yang
benar-benar terjadi, kejadiannya sudah cukup lama. Orang tua istri saya membuka
toko roti/bakery. Setiap tahun pada hari ulang tahun Kelenteng, maka banyak
orang pesan kue tart untuk dipersembahkan kepada dewa yang duduk di altar
Kelenteng tersebut. Selesai upacara sembahyang hari ulang tahun, kue-kue tart
tersebut dilelang untuk umum dan uangnya untuk mengisi kas Kelenteng. Pada
waktu itu saya dan istri berada di kota kelahiran kami. Istri saya melayani
satu keluarga, suami istri dan anak-anaknya yang memesan dua buah kue tart,
satu untuk dipersembahkan ke Kelenteng dan satu untuk dimakan sendiri
sekeluarga.
Istri saya menanyakan
mau pesan yang isi bolu atau cake atau spiku/lapis surabaya. Keluarga ini pesan
satu isi spiku yang mahal untuk dimakan sendiri, dan satu isi bolu yang murah
untuk dipersembahkan ke dewa di altar Kelenteng. Toh nanti dilelang dan dimakan
orang lain. Begitu kata keluarga ini.
Istri saya dalam hati prihatin sekali terhadap pemahaman keluarga ini. Dia
memberikan persembahan yang murahan saja kepada roh suci yang duduk di altar,
karena toh yang makan orang lain, bukan dewanya. Dan memberikan sumbangan kue
tart hanya supaya terlihat ikut partisipasi menyumbang atau beramal ke
Kelenteng. Dia kurang mengerti dan memahami bahwa persembahan yang murahan,
berkah yang akan diterima juga yang murahan. Yang diberikan menentukan yang
akan diterima, dalam arti kebenaran spiritual.
4. Roh dan Strata Roh
Seperti pernah saya
tulis dalam buku ketiga, warna sampul biru. Pada diri manusia ada 3 unsur,
yaitu badan, jiwa, dan roh. Ketiga unsur ini berinteraksi membuat manusia dapat
menjalani kehidupannya.
Jiwa berhubungan dengan pikiran dan otak yang ada di dalam tubuh manusia. Kalau
badan jasmaninya mati, maka otak, pikiran dan jiwanya pun ikut mati dan hilang.
Tidak demikian dengan
roh, sifat roh yang abadi membuat roh akan tetap ada walaupun tubuh dan jiwanya
sudah tidak ada. Roh terus hidup menempuh perjalanan rohnya. Di dalam menempuh
perjalanan roh untuk waktu yang hampir tidak terbatas ini, roh juga menjalani
evolusi. Berevolusi untuk mencapai tingkat kesadaran rohani yang lebih tinggi
dan lebih tinggi lagi, sampai mencapai tingkat kesempurnaan.
Di dalam menempuh laku
spiritual kami, dari pelajaran dan bimbingan yang kami terima dari para Guru
Roh, kami mengetahui bahwa dalam evolusi roh ini dibagi menjadi dua kelompok
besar roh. Kelompok pertama, yaitu roh yang masih berada dalam lingkaran alam
kehidupan manusia dan alam kehidupan arwah. Atau yang umumnya disebut lingkaran
“tumimbal-lahir”, dimana berlaku hukum karma dan re-inkarnasi. Karena masih ada
karma-karma yang belum lunas dan harus dibayar di dalam kehidupan duniawi, maka
roh harus direinkarnasikan atau dilahirkan kembali ke alam kehidupan manusia
untuk membayar karma yang belum lunas itu.
Sayangnya, di dunia ini
tidak ada satu orangpun yang dalam menjalani kehidupannya, dari lahir sampai
tua tidak pernah melakukan kesalahan dan dosa. Maka di dalam membayar karma
yang lama, juga membuat karma baru, yang nantinya harus dibayar lunas lagi.
Inilah lingkaran “karma dan re-inkarnasi” yang ingin diputuskan oleh Sang Hiang
Budha Gautama melalui ajaran-ajaran Budhis.
Kelompok kedua, roh yang
sudah berhasil keluar dari lingkaran karma dan re-inkarnasi, yaitu roh yang
sudah berhasil membayar lunas semua karma buruknya, sehingga tidak membawa lagi
karma buruk atau karma buruknya sama dengan nol.
Roh yang sudah berhasil
mencapai karma buruk nol, dan berhasil memasuki “alam suci”, atau dalam istilah
Tao-is disebut “alam dewa” dan di Budhis disebut “alam Nirvana”, maka roh ini
sudah lepas dari lingkaran karma dan re-inkarnasi. Akan tetapi roh ini pindah
ke lingkaran “tugas dan re-inkarnasi”. Suatu lingkaran kehidupan roh yang lebih
besar dan mulia.
Saya sebut lingkaran
“tugas dan re-inkarnasi” sebab roh masih akan di reinkarnasikan lagi menjadi
manusia, bukan untuk membayar lunas karma buruknya, sebab karma buruknya sudah
nol. Tetapi roh ini di reinkarnasikan lagi atau diturunkan lagi ke kehidupan
manusia untuk menjalankan tugas. Tugas yang harus dijalankan untuk dapat “naik
kelas” atau untuk meningkatkan tingkat rohnya di “Nirvana” atau di “langit”.
Roh yang sudah berhasil
memutuskan lingkaran karma dan re-inkarnasi ini, dan sudah berhasil masuk ke
alam dewa atau alam Nirvana, saya sebut sebagai roh yang sudah mempunyai
“strata langit” atau “strata dewa” di alam dewa. Kalau saya meminjam istilah
Budhis saya sebut sebagai strata Nirvana di alam Nirvana.
Dari penjelasan para
Guru Roh saya, alam dewa atau alam Nirvana ini dibagi menjadi 33 tingkat. Kalau
saya pakai istilah Tao-is, di alam dewa ada 33 tingkat langit. Kalau meminjam
istilah Budhis, 33 tingkat Nirvana itu dibagi menjadi 8 tingkat alam Dewa, 8
tingkat alam Arahat, 8 tingkat alam Bodhisatva dan 9 tingkat alam Budha.
33 tingkat pencapaian
“kesadaran rohani” ini dapat saya analogikan atau saya umpamakan seperti
jenjang tingkat pendidikan sekolah yang sudah kita kenal bersama, yaitu di
tingkat sekolah dasar ada 6 kelas, di tingkat sekolah menengah ada 6 kelas, di
tingkat perguruan tinggi ada 5 atau 6 kelas dan di tingkat paska sarjana ada 5
kelas. Jumlahnya ada 22 kelas tingkat pendidikan.
Saya belum mendapat ijin dari para Guru Roh saya untuk menulis lebih panjang
mengenai 33 tingkat Nirvana atau 33 tingkat langit di alam dewa ini. Tetapi
itulah 33 tingkat jenjang “kesadarn rohani” dari evolusi roh, menuju
“kesempurnaan”.
Yang baik untuk saya
informasikan adalah para dewa dan roh suci mempunyai “tingkat langit” atau
“strata langit” yang berbeda-beda. Satu roh suci di tingkat yang lebih tinggi,
selalu mempunyai banyak pendamping atau pengiring yang terdiri para roh suci
dari strata yang lebih rendah.
Kehidupan manusia dengan
strata roh Nirvana
Kalau seseorang
mempunyai strata roh Nirvana, berarti rohnya berasal dari Nirvana, juga berarti
pada waktu dilahirkan dia tidak membawa karma buruk sama sekali, karma buruknya
sama dengan nol. Karena di dunia ini tidak ada satu orang pun yang dari lahir
sampai tua tidak membuat kesalahan dan dosa, kesalahan dan dosa ini menimbulkan
karma buruk, maka yang dulunya waktu lahir karma nol, maka di hari tuanya tidak
nol lagi.
Konsekuensi dari roh
yang bersal dari Nirvana ini, membuat dia nanti harus kembali pulang di alam
Nirvana, dan di alam Nirvana tidak boleh membawa karma buruk. Jadi manusia yang
rohnya berasal dari alam Nirvana atau berstrata Nirvana, diujung hidupnya nanti
harus sudah mebayar lunas seluruh karma buruknya.
Oleh karena itu, manusia
yang rohnya mempunyai strata Nirvana perlu dapat mengelola karmanya dengan
baik. Jauh-jauh hari sudah perlu untuk secara bertahap mengangsur pembayaran
karma buruknya agar di hari tua tidak terlalu berat membayarnya.
Bagaimana cara mengelola karma? Penjelasannya sudah saya tulis dalam buku
pertama, sampul warna hijau dengan judul “Ibadah dari Vihara ke Vihara” bab IV.
Beberapa kasus yang
berhubungan dengan strata roh Nirvana.
1. Joko, bukan nama
sebenarnya, datang ke rumah saya dengan segudang penderitaan hidup yang dialami
sejak beberapa tahun ini. Pada usia 30-an, Joko masih mempunyai bisnis yang besar,
pengusaha dan kontraktor yang berhasil. Kedua anaknya dikirim ke Eropa untuk
belajar.
Memasuki usia 40-an,
Joko mulai mengalami kesulitan dalam usahanya, semua usahanya mulai mundur dan
rontok. Rumah besarnya dijual, istrinya pergi ikut anaknya di Eropa, sehingga
dia tinggal sendiri numpang tinggal di rumah saudaranya tanpa pekerjaan alias
menganggur, jadi pengangguran.
Joko menceritakan semua itu pada saya. Joko jujur mengaku pada saya bahwa dia
mempunyai dosa dan karma buruk yang besar di dalam menjalankan usahanya. Dia
meminta solusi, meminta jalan keluar bagaimana mengatasi masalahnya ini.
Melalui “mata batin”
saya, saya mengetahui bahwa Joko memiliki strata roh Nirvana. Sekarang
perjalanan hidupnya sedang memasuki tahap mengangsur karma buruknya yang begitu
besar.
Saya jelaskan pada Joko mengenai strata rohnya dan semua konsekuensi dan
akibatnya. Saya tidak dapat memberikan solusi dan jalan keluarnya untuk lepas
dari semua masalah hidup yang sedang dihadapinya. Saya hanya dapat memberikan
cara bagaimana menyikapinya agar tidak terus larut dalam penderitaan. Saya juga
memjelaskan pada Joko bahwa secara spiritual dia masih beruntung sebab di dalam
tahap pembayaran karma ini dia masih diberi kesempatan membayar yang baik atau
menguntungkan, yaitu diberi kesehatan yang baik, tidak pernah sakit. Dan diberi
waktu pembayaran yang cukup panjang sehingga tidak membuat dia depresi berat
atau putus asa. Joko memgakui bahwa di dalam keterpurukan hidup ini, dia memang
tetap sehat dan tegar.
Saya juga menjelaskan
pada Joko bahwa di dalam menempuh perjalanan hidupnya ini, garisnya adalah
garis Budhis. Artinya bimbingan dalam menempuh perjalanan hidupnya akan
diberikan oleh Guru Roh dari garis Budhis. Maka saya menganjurkan pada Joko
untuk dapat meluangkan waktu berdoa dan bersujud kepada sang Guru Roh seminggu
minimal satu kali di Vihara Budha. Memohon kekuatan dan bimbingan di dalam
menjalani tahap-tahap mengangsur pembayaran karma buruk ini, supaya dapat
menjalaninya dengan baik dan benar.
Setelah Joko menjalankan
apa yang saya sarankan sekitar sepuluh kali, dia datang ke rumah saya
menceritakan pengalaman dan perubahan yang terjadi pada dirinya. Dia mulai
lepas dari tekanan batin yang selama ini sangat membuat dia menderita. Dia
sudah terbuka pikiran dan hatinya, terbuka kesadarannya tentang hidup ini untuk
apa dan harus bagaimana. Muncul kembali niatnya untuk bekerja dan sudah
mendapatkan pekerjaan, walaupun harus bekerja sendiri jauh dari anak dan
istrinya. Saya sempat mendampingi Joko memohon inisiasi mengangkat Guru Roh di
sebuah Vihara Budhis di Jakarta.
2. Halim, seorang suhu dan sinshe berumur 70-an, memberikan pelatihan tenaga
dalam dan pengobatan.
Datang ke rumah
menanyakan masalah penderitaan hidupnya yang makin lama makin berat. Di
saat-saat susah seperti ini dia mengeluh kenapa orang-orang yang dulunya banyak
di tolong tidak ada yang peduli terhadap penderitaan hidupnya. Padahal mereka
yang pernah ditolong banyak yang sudah menjadi orang-orang kaya, mempunyai
kedudukan baik di pemerintah maupun di swasta. Semuanya menghilang, praktek
pengobatannya juga sepi sekali. Semuanya diceritakan oleh halim dengan penuh
penyesalan.
Melalui “mata batin”
saya, saya tahu bahwa Halim memiliki strata roh Nirvana. Semua penderitaan yang
dialami sekarang ini karena perjalanan hidupnya sedang memasuki tahap
mengangsur pembayaran karma buruk. Berbeda dengan Joko tadi, Halim rupanya
sering menunda dan lari dari penderitaan untuk mengangsur pembayaran karmanya,
sehingga baru setelah umurnya cukup tua, dia tidak dapat lari dan lepas dari
tahap mengangsur karma buruknya.
Seperti pada Joko, saya
juga menjelaskan pada Halim mengenai strata rohnya dengan segala konsekuensi
dan akibatnya. Halim memgatakan bahwa dia tidak meminta supaya dapat lepas dari
semua penderitaan ini, tetapi dia minta tolong supaya beban penderitaan ini
dapat dikurangi agar dia masih dapat bertahan.
Saya tidak menganjurkan
Halim minta “discount” besarnya penderitaan, sebab yang dapat dikurangi adalah
besarnya angsuran, bukan jumlah totalnya, induknya sendiri tidak dapat
dikurangi.
Saya jelaskan kepada
Halim dengan membuat suatu perumpamaan. Kalau jumlah pembayaran karma itu masih
ada 100, dan kalau waktu pembayarannya masih ada 10 tahun, maka setiap tahun
yang harus dibayar adalah 10. Kalau sekarang pembayaran angsurannya minta di
“discount” 50% menjadi 5 tiap tahun, maka pada tahun ke-9 baru terbayar 45. Di
tahun ke-10 harus membayar lunas sisanya yang jumlahnya 55. Ini sangat berat,
lebih dari lima kali penderitaan yang sekarang ini. Apa anda kuat menerimanya
atau memikulnya? Yang sekarang saja sudah dianggap berat sekali.
Sebenarnya saya akan
memberikan jalan keluar untuk meyikapi masalah hidupnya ini seperti yang saya
berikan pada Joko, tetapi Guru Roh saya membisikkan “tidak perlu”. Sebab dia
tidak dapat memahami dan percaya. Dia bukan guru spiritual tetapi guru tenaga
dalam yang berdasarkan pola pikir kebenaran materi.
Masih
banyak kasus-kasus sejenis yang saling ada kemiripan mengenai kehidupan
orang-orang yang mempunyai strata roh Nirvana. Lalu timbul pertanyaan : “Kalau
begitu, apa keuntungan memiliki strata roh Nirvana?”
Pertanyaan
semacam ini banyak saya terima dari para pelaku spiritual baik yang pemula
maupun yang sudah lama menjalaninya. Sesuai dengan sifat dan naluri manusia,
yang banyak dipengaruhi oleh sifat badan jasmaninya untuk selalu menghindari
dan menjauhi semua yang dapat menyebabkan kesakitan dan penderitaan. Maka
mereka juga tidak mau memiliki sesuatu yang dapat menyebabkan mereka nantinya
memperoleh penderitaan. Begitu juga halnya dengan memiliki strata roh Nirvana
ini, nanti di hari tuanya akan menderita untuk membayar lunas semua karma
buruknya.
Jadi
apakah benar memiliki strata roh Nirvana itu merugikan? Kalau anda
mempergunakan pola pikir “kebenaran materi”, itu memang benar. Sebab
kenyataannya, faktanya memang menjadi menderita di hari tua. Tetapi kalau anda
melihatnya dengan mempergunakan “kebenaran spiritual”, mempunyai strata roh
Nirvana jauh lebih menguntungkan.
Anda
tentu setuju kalau saya katakan bahwa orang yang dapat sekolah lebih beruntung
dari yang tidak dapat bersekolah. Walaupun kalau sekolah menjadi lebih susah,
lebih sakit dan lebih menderita karena harus belajar setiap hari, harus
mengerjakan PR, harus menjalani ulangan dan ujian dan harus
jalan kaki ke sekolah. Semuanya ini tentu jauh lebih susah dan menderita
dibandingkan waktu masih di taman kanak-kanak atau di kelompok bermain, yang
setiap hari hanya bermain saja tanpa tugas apa-apa. Nah, apakah anda ingin
tetap di taman kanak-kanak atau kelompok bermain(playgroup) terus sepanjang
hidup? Yang dapat “melihat” jauh kedepan, tentu akan berusaha secepatnya dapat
sekolah untuk memulai jenjang pendidikannya. Tidak terus bercokol di taman
kanak-kanak yang hanya main-main sampai tua.
Semua
ini hanya analogi atau perumpamaan yang saya buat. Lalu apa sebenarnya
keuntungan punya roh berstrata Nirvana? Disini saya hanya membahas satu
keuntungannya saja dari beberapa keuntungan yang ada, yaitu keuntungan dalam
menempuh perjalanan arwahnya.
Karena
semua karma buruk sudah dibayar lunas di hari tuanya atau karma buruknya sudah
nol pada waktu masih menjalani kehidupan di dunia, maka perjalanan arwah orang
yang mempunyai strata roh tidak melewati alam arwah, tetapi langsung ke alam
Nirvana tempat asalnya. Jadi dia tidak lagi menjalani api penyucian, rumah
hukuman dan tugas-tugas berat yang harus dijalani di alam arwah. Tingkat
tertinggi di alam arwah yang juga disebut surga, belum apa-apa kalau
dibandingkan dengan keadaan dan suasana yang ada di alam Nirvana. Tentang alam
arwah telah saya tulis dalam buku ke-4 sampul warna putih dengan judul
“Mengintip Perjalanan Arwah”.
Seperti
pada perumpamaan tadi, kalau orang sudah memasuki jenjang pendidikan, maka
setiap hari dia mempunyai tugas belajar yang harus dikerjakan untuk dapat naik
kelas. Begitu juga orang yang mempunyai strata roh, maka setiap kali menempuh
perjalanan hidup di dunia ini, selalu membawa tugas yang harus dijalankan untuk
dapat naik tingkat, naik strata rohnya. Untuk dapat berhasil menjalankan tugas,
perlu Guru Roh untuk membimbing agar dapat memahami “kebenaran spiritual”
sebagai bekal untuk menjalankan tugas agar dapat berhasil dengan baik dan
benar.
Mengenai bimbingan
Guru Roh, saya sudah memuat dalam tulisan saya di buku ke-3 warna sampul biru
dengan judul “Menelusuri Jalan Spiritual”.
Skkb = 0
SKKB adalah singkatan
dari Skala Kadar Karma Buruk. SKKB sama dengan nol artinya sudah tidak ada
karma buruk pada orang itu, semua karma buruknya sudah terbayar lunas, karma
buruk yang dibuat di kehidupan yang lampau, di kehidupan sekarang dari lahir
sampai saat dia mengevaluasi SKKBnya.
SKKB dapat turun dan
naik sesuai dengan prilaku yang dibuat seseorang. Hari ini turun, esok hari
dapat naik, sesuai dengan apa yang dilakukan hari ini dan esok hari. Hari ini
menjalani penderitaan, esok hari membuat orang lain menderita.. Jadi yang sudah
berhasil membuat SKKB = 0, kondisi ini tidak untuk selamanya.
Orang dapat dengan mudah
menjaga untuk tidak berbuat kesalahan dan dosa dalam jangka waktu satu atau dua
minggu, untuk jangka waktu satu atau dua bulan sudah tidak mudah, untuk jangka
waktu satu tahun akan sulit sekali. Untuk jangka waktu bertahun-tahun sudah
tidak mungkin lagi.
Jadi apakah mungkin
seseorang dapat mencapai SKKB = 0? Mungkin, tetapi tidak mudah. Mungkin kalau
dia sudah tahu cara mengelola karmanya dan mau mengelola karmanya agar SKKB =
0.
Karma buruk hanya dapat
dibayar dengan menjalani penderitaan, bayar yang lama jangan membuat yang baru
dan jangan lari dari penderitaan, maka SKKB seseorang secara bertahap akan
terus turun.
Asda orang bilang kalau
SKKB = 0, ya sama dengan meninggal dunia. Saya tidak sepenuhnya sependapat
dengan pemahaman ini. Memang ada beberapa orang yang sakit atau menderita yang
menunggu SKKB = 0 baru dapat meninggal, tapi juga pernah saya temukanbeberapa orang
yang SKKB = 0 masih sehat-sehat saja dan menjalani hidupnya dengan tenang.
Terutama orang-orang yang menjalani hidupnya sebagai rohaniawan sejati.
Mengenai mengelola karma dan jangan lari dari penderitaan, saya sudah
menjelaskan dalam buku pertama “Ibadah Dari Vihara ke Vihara” dan buku ketiga
“Menelusuri Jalan Spiritual”.
Dari para tamu yang
datang konsultasi ke rumah saya, ada beberapa kasus yang telah saya ceritakan
di buku ini, yaitu mengenai kehidupan manusia yang memiliki strata roh Nirvana,
kasus Joko dan Halim.
5. Strata Altar
Dulu, sekitar 20 tahun
yang lalu, kalau saya ditanya apakah sembahyang kepada Dewi Kwan Im di Vihara
atau Kelenteng mana saja sama? Saya akan menjawab sama saja, asal Dewi Kwan Im
hadir di altar pada saat anda sembahyang. Kenapa sama? Karena saya dulu mengira
dengan kesaktian Dewi Kwan Im yang begitu tinggi, beliau dapat mengubah diri
menjadi ribuan Dewi Kwan Im untuk hadir di setiap altar beliau yang juga
jumlahnya ribuan, bahkan puluhan ribu.
Tetapi sejak 7-8 tahun yang
lalu, kalau saya ditanya seperti pertanyaan di atas, saya menjawab bahwa
sembahyang kepada Dewi Kwan Im di Vihara atau Kelenteng yang berbeda, tidak
sama, walaupun Dewi Kwan Im hadir pada saat itu. Kenapa begitu?
Pada 10 tahun yang lalu,
waktu saya dan istri meditasi di malam hari, kami berdua mendapat bimbingan dan
pelajaran mengenai pemahaman spiritual dari para Guru Roh kami. Pada saat itu
salah satu dari Guru Roh kami mengatakan : “Guru Sejati kalian sebenarnya tidak
pernah turun bersemayam di altar yang ada di dunia ini, Guru Sejati kalian
selalu ada di tingkat langit yang tinggi, di tingkat Nirvana yang tinggi. Hanya
sewaktu-waktu saja turun memberikan pemberkatan pada kalian, kemudian sudah
naik kembali.”
Pada waktu itu saya dan
istri sempat bingung dan bimbang, kalau begitu siapa yang duduk di altar Guru
Sejati dan para Guru Roh yang ada di rumah kami? Siapa yang duduk di
altar-altar Vihara dan Kelenteng sebagai Dewi Kwan Im di berbagai kota yang
selama ini secara rutin kami kunjungi? Kalau dewi kwan Im sendiri tidak pernah
turun bersemayam di altar yang ada di dunia ini.
Sejalan dengan laku spiritual yang kami tempuh, setahap demi setahap pemahaman
spiritual kami meningkat, mulailah kami mengetahui, mengerti dan memahami bahwa
di alam dewa atau alam Nirvana yang 33 tingkat itu, setiap tingkat ada banyak
sekali Dewi Kwan Im dan juga ada banyak sekali para dewa dan roh suci lain.
Dewi Kwan Im yang
menjadi Guru Sejati istri saya juga sebagai salah satu dari Guru Roh saya
berada di langit tingkat 27. Di setiap langit dari tingkat 1 sampai tingkat 26
ada banyak sekali utusan-utusan Dewi Kwan Im yang mempunyai jati diri atau
wujud yang sama persis seperti Dewi Kwan Im yang berada di langit-27, hanya
aura yang dipancarkan yang membedakan mana yang mempunyai tingkat yang lebih
tinggi.
Setiap utusan Dewi kwan
Im di tingkat tertentu selalu mempunyai banyak utusan atau pengiring dari
tingkat langit yanfg lebih rendah. Begitu seterusnya , sehingga di setiap
tingkat langit ada banyak utusan dewi kwan Im. Makin ke bawah, makin banyak
jumlahnya, jumlahnya hampir tidak terhitung. Begitu juga mekanisme dan susunan
hirarki untuk para dewa dan roh suci yang lain.
Jadi yang ‘duduk” di
altar-altar Dewi Kwan Im yang berada di altar rumahan, altar Vihara dan
Kelenteng di berbagai tempat adalah utusan-utusan Dewi Kwan Im, dan para utusan
ini mempunyai “pangkat” atau tingkat langit yang berbeda-beda. “Pangkat” atau
tingkat langit para utusan yang duduk di suatu altar ini menentukan tingkat
altar itu. Ini yang saya sebut sebagai strata altar. Makin tinggi “pangkat”
utusan itu, makin tinggio strata altarnya, dan makin tinggi wewenangnya dalam
menolong manusia.
Jadi sembahyang kepada
Dewi Kwan Im di altar Vihara yang berbeda-beda, berarti sembahyang kepada
utusan dewi Kwan Im yang berbeda. Begtu juga untuk para dewa dan roh suci yang
lain.
6. Apa Kata Para Dewa
Mengenai Amal
Hendra berusia 60-an
tahun, pengusaha yang berhasil, murid dari guru prana yang sudah punya nama
besar dan terkenal. Hendra sudah lama sekali mempelajari dan melatih tenaga
prana. Sudah beberapa tahun memberikan penyembuhan secara gratis kepada
orang-orang yang datang ke rumahnya. Umumnya penyembuhan dengan prana yang
dilakukan Hendra membawa hasil yang baik. Hendra datang ke rumah saya mau
berdiskusi mengenai penyembuhan dengan tenaga prana.
Cerita Hendra, belakangan ini, didalam menolong menyembuhkan orang, banyak yang
gagal atau tidak dapat sembuh secara tuntas. Dia pernah menanyakan hal ini
kepada gurunya dan dijawab bahwa penyembuhan yang dilakukannya tidak tuntas dan
tidak berhasil disebabkan Hendra menolak pemberian amal berupa uang dari para
tamunya.
Pertanyaan Hendra kepada saya adalah apakah benar bahwa karena dia tidak mau
menerima amal dari para tamunya maka para tamu itu tidak berhasil disembuhkannya?
Saya jawab itu benar, benar sekali. Sebab saya pernah menerima penjelasan dari
guru roh saya.
Pada awal saya mulai menjalani laku spiritual, saya tidak mempunyai motivasi
sedikitpun untuk menjadi seorang penyembuh maupun bertujuan nantinya dapat
menolong orang. Tujuan utama saya menjalani laku spiritual adalah agar saya
dapat menjjalani hidup ini selalu di jalan yang baik dan jalan yang benar,
jalan yang direstui dan diberkahi oleh Allah Yang Maha Esa.
Setelah saya menjalaninya sepuluh tahun lebih, mendapat bimbingan dari para
guru roh saya, beribadah dari satu tempat suci ke tempat suci lain, saya telah
menerima banyak berkah dan bekal berupa ilmu dan kekuatan. Guru sejati saya
menjelaskan kepada saya bahwa berkah dan bekal yang telah saya miliki itu kalau
tidak digunakan untuk menolong manusia akan menjadi mubasir.
Saya diberi penglihatan/visualisasi sebuah batang pohon besar dengan buah yang
lebat sekali, banyak diantara buah-buah itu yang sudah masak, bahkan ada juga
yang sudah berjatuhan di tanah dan membusuk.
Guru sejati saya mengatakan: " Berkah dan bekal yang telah kau miliki
bagaikan buah yang begitu lebat di pohon besar itu. kalu dibiarkan akan menjadi
mubasir dan jatuh membusuk di tanah, Maka pakailah untuk menolong sesama
manusia.
Saya masih ragu, hanya sesekali saya pergunakan untuk menolong keluarga saya,
kemudian untuk menolong saudara-saudara saya. Dengan berjalannya waktu, mulai
ada teman-teman yang datang membutuhkan pertolongan, kemudian mulai ada
temandari teman-teman saya juga membutuhkan pertolongan.
Di dalam menolong orang-orang ini, saya tidak mau menerima imbalan apapun, saya
tidak mau menerima sumbangan amal dari orang-orang yang telah saya tolong. Jadi
seperti Hendra, tidak mau menerima pemberian amal dari para tamunya.
Bedanya dengan Hendra, Hendra tidak menerima penjelasan mengenai alasannya dari
guru prananya, Guru Roh saya menjelaskan kepada saya mengapa harus begitu.
Inilah penjelasan guru Roh saya:
"Tidak semua tamu yang kalian tolong itu mempunyai amal yang baik, nilai
amal di dalam rapor perjalanan hidupnya merah angka mati. Agar Karunia Ilahi
berupa berkah atau bekal yang kalian miliki dapat diterima dalam diri para tamu
yang kalian tolong, kalian perlu mau menerima sumbangan amal mereka. Kalau
kalian tidak mau menerima, berarti kalian tidak mau dia sembuh."
Hendra menanyakan kepada saya bagaimana cara saya mengunakan sumbangan amal,
sebab Hendra tidak menemukan kotak amal di ruang saya. Saya katakan bahwa kotak
amal itu saya sembunyikan, saya baru keluarkan akalau ada tamu yang berniat
memberikan amalnya. Hati saya dan istri masih belum dapt menerima untuk
meletakkan kotak amal di ruang kami menerima tamu. Hendra menyarankan agar
kotak amal itu diletakkan di pojok ruangan yang tidak mencolok saja, seperti yang
sekarang dia lakukan dirumahnya. Tapi hati kami berdua samapi sekarang masih
belum dapat melakukannya. Kami masih menganggap meletakkan kotak amal secara
terbuka mempunyai arti menyuruh orang/tamu untuk mengisinya.
Peranan Kotak Amal
Karena kotak amal untuk
para tamu kami sembunyikan, hal ini membawa dampak negatif untuk para tamu.
Bagi tamu yang belum tahu, banyak yang tidak berani menanyakan dan tidak
mengisi kotak amal. Bagi mereka yang dalam perjalanan hidupnya telah mempunyai
nilai amal yang baik, tidak ada masalah. Apa yang telah saya berikan dan
salurkan, karunia Ilahi itu akan tetap bersemayam di dalam badannya. Tapi bagi
mereka yang nilai amalnya tidak ada atau kecil, wadah untuk menerima karunia
Illahi juga tidak ada atau kecil, maka karunia Illahi itu hanya molos saja
jatuh ke bawah.
Suatu hari saya menanyakan kepada guru Roh saya , kenapa dulu tidak ada syarat
bagi tamu untuk memberi amal dan mereka juga banyak yang tertolong. Tetapi
sekarang mereka perlu memberi amal baru pertolongan saya membuahkan hasil.
Guru Roh saya menjelaskan dengan sebuah perumpamaan seperti ini:"Kalau ada
seorang dokter umum mengobati pasiennya, dia memeriksa, memberikan resep obat,
bahkan memberi obat yang diambil dari obat-obat sampel yang dimilikinya. Dan
dia tidak mau dibayar, pasien itu juga dapat sembuh. Akan tetapi setelah si
dokter menjadi dokter spesialis bedah, dimana fasilitas rumah sakit sudah
diperlukan agar dia dapat menyembuhkan pasiennya, maka tanpa mengeluarkan uang
untuk membayar fasilitas rumah sakit, pasien itu tidak akan sembuh. Kalian
sekarang sudah dapat menjangkau fasilitas energi alam semesta untuk memberikan
penyembuhan. Energi alam semesta yang mengikuti garis hukum alam semesta adalah
juga hukum keseimbangan. Maka yang mau menerima, perlu mau memberi. Yang mau
menerima kesembuhan, perlu mau memberi amal.
Perpuluhan dan 2,5 persen
Dulu saya mempunyai pikiran jelek terhadap sumbangan amal perpuluhan yang
diajarkan pendeta Kristen, ada juga sumbangan amal 2,5% di aliran lain.
Sumbangan smal 10% atau 2,5% ini hanya untuk pendeta dan rohaniawan yang
bersangkutan, bukan amal untuk menolong penderitaan orang lain.
Setelah saya tahu peranan amal di dalam perjalanan hidup manusia, saya baru
sadar bahwa amal yang dipatok 10% atau 2,5% ini memang baik dan perlu. Hanya
sayang bahwa sasarannya kurang tepat. 10% atau 2,5% bukan semuanya untuk
rohaniawan itu. Kalau semuanya diberikan kepada pendeta atau rohaniawan, ini
malah meracuni dan mencelakakan mereka, membuat mereka lupa diri dan keluar
dari misi atau tugasnya sebagai rohaniawan. Sebab materi yang berlimpah dan
anam besar akan menutup mata hati mereka dan jadi lupa diri.
Guru Roh saya menjelaskan, beramal perlu tepat sasaran agar amal itu mempunyai
nilai tinggi. Beramal kepada orang jahat dibanding beramal kepada rohaniawan,
nilai amalnya lebih tinggi kepada rohaniawan. Beramal kepada rohaniawan
dibandingkan dengan beramal kepada Dewa dan Roh suci, nilai amalnya jauh lebih
tinggi kepada dewa dan roh suci.
Amal yang punya nilai tinggi adalah bila memberian amal itu dapat meringankan
atau melepaskan penderitaan si penerima amal. Atau bila pemberian amal itu
dapat memenuhi semua atau sebagian dari apa yang dibutuhkan oleh si penerima
amal. Oleh karena itu orang tidak mudah beramal kepada para Dewa dan Roh Suci
mana yang sedang membutuhkan amal darim manusia, untuk keperluan prasaranan
tempat ibadahnya di dalam menjalankan misi dan tugas menolong penderitaan
manusia.
Saya telah melihat beberapa tempat ibadah yang terkenal banyak pengunjungnya,
juga banyak orang yang beramal besar-besaran disitu. Boleh dikatakan di tempat
itu turun "hujan duit" atau amalnya berlimpah ruah. Hal seperti ini
dapat mengakibatkan pengelola atau pengurus tempat itu rawan ricuh urusan uang.
Sifat manusia, makin banyak uang maka makin banyak keinginan, makin banyak
keinginan makin banyak masalah, kemudian banyak diantara masalah yang timbul
itu tidak dapat diselesaikan dengan uang.
Amal seperti di atas tidak tepat sasaran.
Amal dan Persembahan
Beberapa tamu
menanyakan kepada saya, apakah persembahan di altar Vihara dapat digantikan
dengan memasukkan sumbangan di kotak amal? Supaya tidak usah repot ke
supermarket untuk beli buah dan lain-lain. Saya katakan bahwa persembahan
kepada para dewa di altar tidak dapat diganti dengan memasukkan uang ke kotak
amal.
Persembahan
berupa bunga dan buah di altar diterima langsung oleh dewa di altar. Berkahnya
juga diberikan langsung oleh dewa di altar kepada pemberi persembahan.
Uang sumbangan
di kotak amal adalah beramal yang akan membuahkan karma baik. Kapan berbuahnya
karma baik itu masih menunggu proses dan membutuhkan waktu.
Jadi lebih baik
mau repot sedikit meluangkan waktu untuk membeli persembahan buah dan bunga di
supermarket atau pasar. Jangan mau gampangnya saja.
Tahu Beres = Instan
“Jangan menolong
secara instan”, begitu pesan Guru Roh saya.
“Di dalam menolong
orang, jangan hanya melepaskan mereka dari masalahnya, tetapi ajarkan pula
kepedulian hidup.”
Guru Roh saya
meminta untuk mengajarkan pula kepedulian hidup kepada mereka. Artinya mereka
perlu untuk peduli terhadap kepentingan dirinya. Mereka perlu mempunyai usaha
untuk kepentingan dirinya, jangan tahu beres saja, semuanya sudah tersedia,
semuanya sudah dikerjakan oleh orang lain. Sebab hanya orang yang mau peduli terhadap
kepentingan diri sendiri, baru dapat diharapkan mempunyai kepedulian untuk
orang lain. Orang yang tidak peduli terhadap kepentingan dirinya, jangan
diharapkan untuk punya kepedulian terhadap kepentingan orang lain.
Oleh karena itu
Guru Roh saya pesan : “Jangan menolong sacara instan.” Beberapa tamu menganggap
saya tidak profesional, tidak dapat memberikan pelayanan maupun perolongan
secara profesional. Para tamu masih dibuat tidak nyaman harus menyediakan ini
dan itu, yang saharusnya dapat saya sediakan.
Beberapa orang
pernah datang ke rumah dan meminta semua masalahnya dibereskan, nanti dia akan
bayar semua biaya yang dibutuhkan. Jadi mereka meminta saya menyediakan semua
yang diperlukan, dia tahu beres tinggal bayar biayanya.
Sayang sekali,
saya tidak diijinkan oleh Guru Roh saya memberikan pelayanan seperti itu, saya
tidak boleh menolong secara instan. Mereka perlu diberi tugas dan kewajiban
untuk kepentingan mereka. Untuk melihat dan mengetahui apakah mereka memang
mempunyai niat dan usaha untuk kepentingan mereka sendiri. Kalau tidak, maka
percuma saja menolong orang seperti ini, orang yang tidak memiliki kepedulian
hidup. Orang seperti ini ditolong dari satu masalah, akan muncul masalah baru,
dan akan terus berulang seperti itu.
Banyak kasus penyembuhan
yang telah saya lakukan menjadi gagal hanya masalah sepele saja. Merasa sudah
lepas dari penyakitnya, sudah sembuh, maka dia melupakan kepedulian hidup.
Penyakitnya muncul lagi dan masalahnya bermunculan lagi.
Kepedulian
hidup muncul dari hukum alam semesta berupa hukum keseimbangan yang turun
sebagai hukum memberi dan menerima. Yang keluar dari hukum keseimbangan akan
bermasalah dan hancur. Maka manusia perlu mengetahui, mengerti dan memahaminya.
7. Ziarah Ritual di
Lorong Kecil
Malam itu, tgl 1 Juli
2002 saya dengan rombongan tiba di pulau Bali dalam rangka hajatan ziarah ke 3
pura. Sebelas tahun yang lalu saya dengan istri juga melakukan perjalanan
ziarah di 12 pura di Pulau Bali. Pada waktu itu kami diberitahu oleh Sanghyang
Batara Wisnu di pura Ulun Danu, bahwa suatu hari nanti kami berdua akan
mendapat panggilan untuk menghadap lagi kepada Sanghyang Batara Wisnu di pura
Ulun Danu. Panggilan itu baru kami terima setelah menunggu 11 tahun lamanya.
Besok paginya, tgl. 2
Juli, sesuai perintah yang saya terima, saya dan rombongan sebanyak 10 orang
menuju pura Ulun Danu untuk menghadap Sanghyang Batara Wisnu. Setelah kami
mengatur semua sesajen sebagai sarana ibadah di pura, kami melakukan ritual
persembahan dan doa. Kehadiran Sanghyang Batara Wisnu ditandai dengan hembusan
angin yang kuat beberapa saat, dan setelah itu tidak ada lagi angin yang
datang.
Masing-masing anggota
rombongan mendapatkan berkah dan bekal dari Sanghyang Batara sesuai dengan
kebutuhan, wadah dan misinya dalam hidup ini.
Dari pura Ulun Danu kami
melanjutkan perjalanan menuju pura Besakih untuk menghadap dan bersujud kepada
Sanghyang Batara Brahma. Sesampai di kompleks pura, suasana yang sangat berbeda
kami jumpai, sangat berbeda dengan 11 tahun yang lalu saat kami berkunjung.
Tempat parkir disediakan jauh dibawah, sehingga pengunjung seolah-olah dipaksa
untuk naik ojek sepeda motor untuk mencapai pura, kemudian untuk memasuki
kompleks pura harus diantar oleh pemandu penduduk lokal. Semuanya ini tidak
masalah bagi rombongan kami, karena niat kami memang untuk berziarah ke pura.
Waktu kami sampai di
kompleks utama dan mau memasuki tempat persujudan / sembahyang, rombongan kami
dilarang masuk untuk bersembahyang. Alasannya untuk masuk ketempat sembahyang
harus berpakaian adat Bali. Hal ini untuk mencegah para turis asing maupun
lokal agar tidak memasuki tempat sembahyang sehingga mengurangi kesakralan
ibadah.
Saya terkejut mendengar
aturan ini, dalam hati saya bertanya-tanya, mengapa para pendeta dan para
pengelola pura dapat memberlakukan peraturan seperti ini? Apakah mereka tidak
menyadari bahwa agama Hindu bukan hanya untuk orang Bali saja? Mengapa harus
dipaksa pakai pakaian adat Bali baru boleh sembahyang? Mengapa mereka tidak mau
memakai akal pikiran dan kecerdasannya untuk membedakan mana yang betul akan
beribadah dan yang tidak?
Akhirnya saya
berkonsentrasi untuk menghadap dan kontak kepada Sanghyang Batara Brahma, bahwa
saya dan rombongan dilarang masuk tempat sembahyang untuk beribadah, apa yang
harus saya lakukan?
Sanghyang Batara
memberitahu bahwa saya dan rombongan akan diterima ibadahnya diluar pura,
dipersilahkan untuk mengatur semua sesajen sarana ibadah di lorong kecil yang
ada disamping pura. Setelah semuanya diatur rapi, kami semua melakukan upacara
ritual persujudan dilorong kecil itu. Banyak orang yang menonton rombongan
kami.
Begitu selesai berdoa,
waktu saya membuka mata, saya melihat pendeta dan pembantu-pembantunya yang
tadi memimpin sembahyang didalam pura sudah berada dihadapan saya, meminta ijin
untuk memberikan pemberkatan air suci dan lain-lain kepada rombongan saya, dan
meminta maaf telah membiarkan saya bersembahyang diluar pura.
Saya mengucapkan terima
kasih atas pemberkatannya. Rupanya berita adanya rombongan melakukan sembahyang
diluar pura sudah sampai ke bawah. Sehingga waktu rombongan saya sampai
dibawah, ada beberapa petugas pengelola pura yang meminta maaf pada kami atas
apa yang telah kami alami. “Tidak apa-apa, yang penting saya telah menjalankan
ibadah saya dan keterima”, kata saya. Dalam hati saya sangat salut dan memuji
kejujuran orang-orang Bali, mereka cepat menyadari dan mau mengakui
kehilafannya.
Dalam perjalanan menuju
pura Ulu Watu, saya dalam hati bertanya-tanya, mengapa peristiwa di pura
Besakih dapat terjadi? Datang jawaban dari Sanghyang Batara Brahma, bahwa semua
kejadian itu adalah kehendak beliau, untuk menyadarkan dan memperingatkan para
pendeta dan para pengelola pura bahwa aturan-aturan yang dibuat itu tidak
tepat.
Kami sampai di pura Ulu
Watu hari telah gelap. Kehadiran kami di pura ini diterima oleh Sanghyang
Batara Rudra, masing-masing mendapatkan berkah dan bekal untuk menempuh
perjalanan hidup dan perjalanan spiritual.
Tgl. 3 Juli, sehari
penuh kami gunakan untuk rekreasi dengan berkunjung ketempat-tempat wisata di
Bali. Tgl. 4 Juli rombongan kami meninggalkan Pulau Bali, melanjutkan
perjalanan kembali ke Jakarta.
8. Kanjeng Ratu Kidul
dan Nyi Roro Kidul
Masih banyak orang
mempunyai anggapan bahwa Kanjeng Ratu Kidul sama dengan Nyi Roro Kidul. Dahulu
kami berdua juga mempunyai anggapan seperti itu. Sejalan dengan bimbingan
spiritual yang kami terima dari Guru Roh kami masing-masing, kami mulai tahu
bahwa Kanjeng Ratu Kidul tidak sama dengan Nyi Roro Kidul.
Sekitar tahun 1998,
waktu saya dan istri melakukan perjalanan ibadah keliling Pulau Jawa, waktu
berada di pantai Parang Tritis Yogya, kami diterima oleh Eyang Ratu Kidul,
demikian kami menyebut nama beliau, yang di-iringi oleh Nyi Roro Kidul sebagai
pendamping.
Karena kedua sosok ini
berdampingan, maka dengan jelas kami dapat mengetahui perbedaannya. Sosok jati
dirinya persis sama, yang membedakan diantara keduanya adalah warna kulitnya.
Eyang Ratu Kidul warna kulitnya seperti etnis Sunda, kuning langsat. Sedangkan
Nyi Roro Kidul warna kulitnya seperti etnis Jawa, agak coklat. Kamudian yang
paling mencolok perbedaannya adalah aura yang terpancar dari masing-masing
tokoh ini. Eyang ratu Kidul mempunyai aura putih jernih dan gemerlapan seperti
berlian, bulat mengelilingi seluruh tubuhnya. Sedangkan aura Nyi Roro Kidul
berwarna putih susu seperti cahaya lampu neon, tipis putih mengikuti postur
tubuhnya.
Eyang Ratu menjelaskan
bahwa Nyi Roro kidul adalah patih atau kepala pengawal Eyang ratu. Nyi Roro
Kidul adalah makhluk halus jenis jin yang mengabdi dan berguru kepada Eyang
ratu. Nyi Roro Kidul ditugaskan untuk mengontrol dan meredam angkara murka dari
makhluk-makhluk gaib jenis jin dan kekuatan gaib serta ilmu gaib yang berada
disepanjang pantai selatan Pulau Jawa.
Eyang Ratu Kidul adalah
Roh Suci dari tingkat langit yang tinggi, Roh Suci ini juga pernah turun di
berbagai tempat di dunia dengan jati diri tokoh-tokoh suci setempat di jaman
yang berbeda-beda pula.
Seperti tokoh Semar dan para tokoh suci yang lain, jati diri Eyang Ratu Kidul
dan Nyi Roro kidul-pun banyak yang palsu. Umumnya yang memalsukan adalah jenis
jin yang punya kemampuan atau punya kesaktian. Jadi perlu untuk selalu waspada,
hati-hati dan teliti. Aura Eyang Ratu Kidul yang memancar gemerlapan seperti
berlian tidak dapat dipalsukan oleh bangsa jin, akan tetapi tidak banyak orang
yang dapat melihat aura ini.
9. Garis Kodrat Hidup
Tulisan ini memuat
sebagian dari wejangan dan penjelasan dari Eyang Ratu Kidul, yang diberikan
pada tanggal 26 mei 2000 sekitar jam 12:30 WIB di pantai Parang Tritis, Yogyakarta.
Wejangan dan penjelasan Eyang Ratu atas permohonan pertolongan dan pertanyaan
dari dua teman kami : Dharmawan dan Hartono.
Eyang Ratu :
Cucu-cucuku, nanti kalau mau mengambil pasir, ambillah yang di dekat air, pasir
yang basah. Ambillah secukupnya saja dan tempatkan pada kantong plastik.
Sebelum mengambil pasir, kembang / bunganya dilarung dulu, dan kelapa mudanya
diminum dulu. Yang terletak paling kiri untuk temanmu Dharmawan, sebelahnya
untuk kalian berdua, yang ketiga untuk temanmu yang punya mobil.
Nah sekarang apakah kalian ada yang akan ditanyakan? Kalau ada akan kutunggu.
Apakah teman-temanmu ada yang akan ditanyakan?
Dharmawan : Saya memohon
pertolongan dan petunjuk dari Eyang Ratu. Bagaimana saya harus menyikapi dan
apa yang harus saya lakukan terhadap anak saya yang mempunyai sifat kaku, keras
hati, pendiam dan tidak mau menurut nasihat orang tua. Dia baru lulus
sekolahnya kemarin.
Eyang Ratu : Manusia
hidup tidak ada yang semuanya tidak enak melulu, atau yang enak terus. Itu
untuk keseimbangan hidup. Kau mempunyai tiga anak, kan tidak ketiga-tiganya
seperti itu. Ada yang adatnya keras, ada yang adatnya nurut orang tua. Coba
carilah, apa ada orang tua yang semua anaknya menurut? Atau yang semuanya
adatnya keras? Kan tidak ada.
Ya itulah, memang
kehidupan manusia ya beraneka ragam, ya seperti itu. Semua itu sudah tugasnya
orang tua, dengan cara bagaimana kau mengatasinya, kalau kau dapat mengatasi
dengan baik dan bijaksana, kau dapat pahala. Begitu juga anakmu, kalau dengan
adatnya yang keras itu masih mau patuh pada nasihat orang tuanya, ya akan ada
nilainya sendiri.
Orang hidup itu
macam-macam, yang penting kau mohonkan dan kau doakan supaya anakmu memperoleh
bimbingan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, supaya mendapatkan jalan yang benar.
Nanti dapat kau kias / ruwat wetonnya (hari lahirnya). Bapak dan ibunya meruwat
wetonnya, memang wetonnya mempunyai bawaan beradat kaku. Berdoalah dan mohonkan
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa supaya hati anakmu dapat lunak dan mau menjalani
ruwatan. Berdoalah menurut agamamu yaitu doa Novena Tiga Salam Maria, supaya
anakmu mau diruwat. Ini perlu sekali dan dapat membantu membimbing anakmu.
Kalau masalah anak tu banyak orang tua mengalaminya, hanya saja kau tidak
mengetahuinya. Semua sama, yang penting adalah tugas dan kewajibanmu kau
jalankan. Mohonkan dan doakan, nanti Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberi jalan.
Apakah kau sudah mengerti cucu?
Dharmawan : Sudah
mengerti Eyang dan terima kasih atas wejangan Eyang Ratu.
Hartono : Eyang Ratu,
saya mohon nasihat dan petunjuk untuk anak tunggal saya yang akan melanjutkan
sekolahnya di Jerman, apakah dia akan berhasil menyelesaikan sekolahnya?
Eyang Ratu : Anak itu
semuanya telah mempunyai garis hidupnya sendiri-sendiri. Kalau garisnya bahwa
sekolahnya dapat sampai tinggi ya akan berhasil. Tapi kalau garisnya hanya
sampai tingkat sebegitu, ya akan sebegitu saja. Bersikaplah lapang dada untuk
menerima nasib masing-masing. Jangan melawan nasib yang telah digariskan oleh
Tuhan. Nanti kalau dipaksakan, ibaratnya sekolahnya hanya sampai kelas satu,
kau maunya kelas tiga, tapi kalau kau paksakan nanti kesehatannya dapat terkena
gangguan, atau perjodohannya yang terganggu. Gangguan itu dapat lebih tidak
enak dan lebih berat.
Serahkan saja dan mohonkan tuntunan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Kalau memohon
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa jangan menetapkan minta begini dan begitu.
Mohonlah pangestu dan bimbingan supaya anakmu itu menjalani hidup ini tidak
menyimpang dari yang sudah digariskan oleh Tuhan. Kalau itu sudah kau mohon, mau
merah atau hijau, hitam atau putih, ya itulah sudah garisnya, perlu diterima
dengan hati yang lapang.
Kalau takdirnya merah,
diminta jadi hijau, nanti hasilnya malah menjadi hitam, yang begitu itu tidak
benar cucu.
Yang lapang hati untuk
menerima nasib. Aku tidak dapat menjawab apakah anakmu itu akan berhasil atau
tidak sekolahnya. Tapi aku dapat memberikan nasihat saja. Hidup itu sudah ada
garisnya masing-masing. Yang penting memohon supaya tidak keluar dari garis
itu. Kalau garisnya kelas satu ya kelas satu, kalau kelas tiga ya kelas tiga,
yang penting jangan sampai keluar dari garisnya. Itu semua sudah ditetapkan
dari langit. Apakah kau sudah mengerti cucu?
Hartono : Cucu mengerti
Eyang.
Eyang Ratu : Apakah masih ada yang akan ditanyakan?
Hartono : Eyang, cucu mau menanyakan satu lagi, mengenai pekerjaan cucu yang
baru dirintis di Jakarta. Prospeknya bagaimana? Dan supaya lancar bagaimana?
Eyang Ratu : Yang begitu itu memohonnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, supaya
kau diberi berkah, pekerjaanmu dapat selamat dan lancar. Kalau kau memohon
seperti itu, nilai permohonanmu itu sudah tinggi. Berkah pekerjaan lancar dan
dalam restunya Tuhan, nanti semuanya ya menurut apa yang ada digarisnya
masing-masing.
Kalau waktunya kau
mendapat nasib yang kurang baik, ya tidak dapat dihindarkan. Orang hidup itu
ada gelombangnya, sebentar gelombangnya tinggi, sebentar gelombangnya tenang.
Ya itulah memang romantikanya hidup.
Memohon selalu selamat
ya tidak mungkin, memohon supaya senang terus ya tidak boleh. Enak dan tidak
enak itu silih berganti. Yang penting kalau kau sudah memohon, agar tidak
menyimpang dari garismu. Hidup itu ada hukumnya, ada aturannya, hukum dan
aturannya ini yang penting kau mohon, agar hanya garismu itulah yang kau
jalani.
Kalau kau tidak memohon,
yang datang adalah “yang tidak-tidak”. Semua yang bukan garismu dapat datang.
Tapi kalau kau sudah memohon, yang datang itu hanya yang memang menjadi nasibmu
saja.
Kalau nasibmu sedang sial, ya diterima dengan lapang hati. Tapi kalau tidak kau
mohon, “yang tidak-tidak” itu banyak sekali yang datang. Kau mengerti apa yang
kumaksudkan?
Gelombang hidup itu
tidak dapat diluruskan atau diratakan. Naik turunnya itu memang sudah menurut
garis nasibnya masing-masing. Sudah cukup cucu, pangestuku untuk kalian semua.
---Terima kasih Eyang Ratu, kami mohon diri---
Sedikit
catatan untuk penjelasan :
Dari wejangan Eyang
Ratu diatas, bahwa manusia sudah mempunyai dan membawa garis hidupnya/garis
kodratnya sendiri-sendiri, garis kodrat yang telah digoreskan oleh Tuhan Yang
Maha Kuasa.
Akan tetapi didalam
menempuh perjalanan hidupnya, karena manusia memiliki sisi bebas maka manusia
bisa keluar dari garis kodratnya, disebabkan oleh beberapa hal :
1. Karena godaan
duniawi – godaan dari luar.
2. Karena godaan
didalam dirinya sendiri.
3. Karena gangguan
gaib.
Kesemuanya
ini yang disebut sebagai “yang tidak-tidak” oleh Eyang Ratu tadi, yang bisa
banyak dan silih berganti berdatangan untuk menarik manusia keluar dari garis
kodratnya.
Oleh karena itu,
didalam menempuh perjalanan hidupnya, orang perlu mempunyai laku yang baik,
mempunyai amal yang baik dan ibadah yang baik, agar doa-doa permohonannya dapat
dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Itulah yang
diwejangkan dan dianjurkan oleh Eyang Ratu tadi.
10. Umbul Jumprit
Karena kesibukan lain,
pada hari itu tanggal 15 Maret 2006, saya tidak ikut dalam rombongan yang
didampingi oleh istri saya melakukan perjalanan ziarah di beberapa tempat di
Jawa tengah. Di Umbul Jumprit, di Parang Tritis dan beberapa tempat lainnya.
Rombongan terdiri sekitar 10 orang. Tiba di Umbul jumprit pada jam 21:00.
I. Wejangan Eyang Begawan :
Aku Eyangmu Begawan,
pada malam ini kuterima ibadah kalian semua dan kuterima semua persembahan
kalian, termasuk apa yang menjadi kemauan hatimu masing-masing, agar semuanya
bisa terkabul.
Restuku pada kalian,
pada malam ini para Suci yang hadir banyak, lihatlah disana ada Eyangmu Ratu
hadir pada malam ini, ada Siang Tee Kongco, ada Dewi Kwan Im, ada Eyangmu
Semar, pada malam ini sama-sama hadir para Roh Suci. Terimalah berkah dari para
Suci yang ditujukan kepada kalian semua.
Pada malam hari ini kalian semua yang hadir disini, memang sudah aku tunggu,
memang sudah waktunya kalian menghadap Eyangmu Bengawan, sudah waktunya kalian
harus dibersihkan semua, lahir dan batin.
Kalian semua sudah mandi
di umbul jumprit, sudah bersih lahir dan batin, karena itu semua perlu
hati-hati, jangan membuat kesalahan lagi.
Siapa saja yang telah
memiliki guru, mintalah petunjuk kepada guru kalian, jika ingin melakukan
sesuatu. Sadarlah bahwa kalian telah mempunyai senior yang mempunyai tingkatan
lebih tinggi, jangan segan-segan untuk bertanya, jangan malu-malu, dari pada
tersesat jalannya dan terpuruk-puruk (kejeblos).
Mengingat telah ada yang bisa dimintai nasehat / petunjuk-petunjuk, maka itu
jadikanlah dia panutan, kalian tidak akan disesatkan dan diperosokkan, tidak
bakal ditipu, tidak akan dicerita-ceritakan kemana-mana.
Kalian tidak tahu dan
mengerti bahwa selama ini yang kalian jadikan panutan itu siapa, dahulunya
reinkarnasinya siapa, tidak ada satupun manusia yang tahu, tetapi para Roh Suci
/ Eyang-Eyangmu mengetahui siapa dia sebenarnya, jangan dianggap remeh dan
sepele omongannya dan nasehatnya, malam ini dia tidak dapat hadir dan
diwakilkan kepada istrinya, tetapi istrinya ini juga memiliki kemampuan,
meskipun hatinya agak kurang mantap, tetapi Dewi Kwan Im selalu mendampingi
dia.
Cucu-cucu kinasihku
(yang terkasih), terimalah berkah dari para Suci ini yang ditujukan kepadamu
sekalian, nanti setelah kalian selesai sembahyang disini, ambillah pisang
masing-masing satu, kalian mengambil satu-satu dan makanlah disini.
Cucu-cucu yang terkasih,
sudah cukup sampai disini, restu Eyangmu untuk kalian semua.
II. Wejangan Dewi Kwan Im :
Cucu-cucuku
yang terkasih. Pada malam ini Dewi Kwan Im turun untuk menerima cucu sekalian,
untuk memberikan pangestu, memberikan bekal-bekal kepada cucu sekalian, apa
yang cucu sekalian butuhkan didalam perjalanan spiritual ini maupun didalam
menempuh perjalanan hidup masing-masing, terutama dengan keluarga.
Janganlah kalian
ragu akan jalan yang kalian tempuh, jalan kalian ini diberkati dan direstui
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, oleh para Budha, para Bodhisatva dan para Arahat,
oleh karena itu senantiasalah berjalan di jalan yang benar, yang ditujukkan
oleh guru kalian masing-masing. Pada malam ini Dewi Kwan Im sengaja turun
melalui cucuku ini, untuk menyampaikan petunjuk ini kepada kalian semua, jangan
ragu akan jalan yang ditempuh ini, yang membawa kalian pada jalan ke-Budha-an.
Hanya ini saja
pesan dari Dewi Kwan Im dimalam ini terimalah berkah dan restu dari Kwan Im
Hudcou kepada cucu sekalian.
III. Wejangan singkat Eyang semar :
Aku Eyangmu
Semar, restuku kepadamu sekalian, agar selamat, sehat dan sejahtera semua.
Luruslah jalanmu, lurus dan benar jalannya kalian semua ya cucu-cucuku
sekalian.
Cukup sekian,
restuku untuk kalian semua.
Catatan :
Umbul Jumprit
adalah tempat sumber mata-air dimana airnya setiap tahun diambil dengan suatu
upacara resmi untuk air suci Waisak.
11. Parang Tritis
Pada tanggal 16 Maret
2006, jam 10:00, rombongan tiba di pantai Parang Tritis. Inilah wejangan yang
kami terima dari Eyang ratu kidul yang bersemayam di Kraton Laut Kidul.
Aku Eyangmu Ratu yang duduk di tahta Kraton Parang Tritis, pangestuku untuk
kalian semua, ku terima semua ibadah kalian, juga semua persembahan kalian
telah kuterima. Kalian masing-masing kuberi berkah sesuai wadahnya
masing-masing, sesuai karmanya masing-masing, sesuai amalnya masing-masing.
Semua berkahku harus dipakai dan diamalkan untuk menolong sesama manusia,
gunakan karunia yang kalian terima itu untuk menolong sesama manusia yang
membutuhkan pertolongan.
Berhati-hatilah didalam
menjalani kehidupan ini, jangan takabur, jangan lupa diri, jangan lengah,
senantiasalah waspada, senantiasa menggunakan akal pikiran masing-masing.
Kaliansemua itu bersaudara didalam menjalani laku spiritual, kalau ada apa-apa
harus saling tolong-menolong, seharusnya dibicarakan bersama, bila menghadapi
masalah jangan ditangani sendiri, kalau dibicarakan dan ditangani bersama,
jalannya akan lebih terang dan lancar.
Hari ini di keraton
Eyangmu ada upacara, dan upacara ini akan dilakukan lagi pada tahun depan, pada
penanggalan jawa yang sama. Jadi kalian harus melihat pada penanggalan jawa
tahun depan jatuh pada hari apa, kalau bisa upayakan untuk menghadap Eyangmu
lagi disini. Berkahnya besar, saat ini hadir banyak sekali para Roh Suci datang
menghadiri upacara dikeraton Eyangmu dan semua ikut memberikan pangestu kepada
kalian semua. Yang akan memohon sesuatu, ya diajukan saja, kalau memohon
sesuatu itu mohonkanlah yang baik dan benar saja, jangan meminta yang
tidak-tidak. Mintalah agar diterangi jalanmu, supaya dijauhkan dari segala
halangan, rintangan dan kesulitan dalam menjalankan laku spiritual. Mintalah
penerangan didalam menempuh perjalanan hidup bersama keluarga. Selalu
berhati-hati, banyak berbuat kebajikan, maka Allah akan memberikan keselamatan
kepada kalian semua. Sekarang kalau ada yang akan bertanya sesuatu, akan
kutunggu.
Ramly : Eyang, dipagi
ini, apakah permohonan cucu agar bisa lebih lancar dalam berkomunikasi
spiritual, agar setiap saat dapat izin berkomunikasi dengan Nyi Mas Ratu di
Pelabuhan Ratu, mohon Eyang memberikan berkah dan kekuatan untuk itu.
Eyang Ratu : kalau
masalah itu, dirimu belum waktunya, wadahmu itu belum waktunya untuk dapat
berkomunikasi setiap saat dengan didampingi Eyangmu. Nantinya dilihat dulu
perjalananmu, kalau tahun depan dirimu bisa lulus semua dan tindakan serta
jalanmu sudah dinilai lulus, maka nantinya Eyangmu akan memberi pendamping.
Kalau sekarang belum waktunya, harus bersabar dulu, jangan terburu-buru.
Menjalani kehidupan spiritual itu harus bertahap, jangan melompat-lompat. Sekarang
ada pertanyaan lagi apa tidak?
Bowo : Eyang, cucu
menghaturkan sembah sujud, pada pagi ini cucu Bowo hadir di Parang Tritis,
pertama-tama cucu memohon diberi bekal kekuatan untuk melayani para tamu yang
ada di pesarehan Eyang Putri, itu saja permohonan dari cucu.
Eyang Ratu : kuberikan,
cucuku Bowo. Nanti kau mengambil pasir yang basah dan bersih, yang dekat dengan
air. Nantinya pasir tersebut dapat dipergunakan untuk membantu tamu-tamumu,
tapi jangan lupa untuk memohon izin Eyang Putri-mu dulu kalau akan
mempergunakan pasir tersebut. Memang kau ini dipilih oleh Eyang Putri-mu untuk
mengemban tugas menolong sesama manusia, dirimu harus menjaga hatimu tetap
bersih didalam menolong, jangan punya pamrih. Mengenai keselamatan dirimu
sekeluarga tidak usah dikhawatirkan, semua sudah ada yang menjaga, yang
memagari. Cukup sekian cucu-cucuku, pangestuku untuk sekalian.
Eyang Ratu dari Nirwana
: restuku untuk kalian semua, hari ini berkah yang diturunkan besar sekali,
kalian semua sangat beruntung dapat menghadap Eyangmu Ratu pada hari ini,
karena itu jalanmu ini jalan yang sudah baik, sudah jangan mencari jalan yang
neko-neko, jalan yang ini saja dijalani dengan benar, yang tekun, yang tulus.
Jangna punya pamrih, jangan punya keinginan yang tidak-tidak. Kiranya cukup,
pangestuku untuk kalian semua.
Eyang Semar : Aku ini Ki
Lurah Semar, Pangestuku untuk kalian semua, selamat, sehat dan sejahtera. Cukup
ya cucu-cucuku.
Catatan :
Eyang Ratu yang bersemayam dan duduk di tahta Kraton Laut Kidul adalah utusan Eyang
Ratu dari alam Nirwana.
12. Petilasan Suci dan
berkahnya
Teman saya di Metafisika
Study Club menanyakan mengenai berkah dari petilasan suci. Banyak petilasan
suci tersebar di pulau Jawa yang usianya telah mencapai ratusan tahun. Menurut
pandangan hukum reinkarnasi, tentunya arwah atau roh dari tokoh yang ada di
petilasan tersebut sudah diinkarnasikan lagi, di suatu tempat sebagai tokoh
lain.
Pertanyaannya adalah
siapa yang memberikan berkah kepada pesiarah yang datang ke petilasan suci itu?
Dan bagi spiritualis yang memiliki mata batin dan dapat melihat bahwa sosok
suci itu masih tampak di petilasan itu, siapa beliau itu?
Pertanyaan seperti ini
sudah ada pada saya sekitar 10 tahun yang lalu, dan dalam meditasi yang saya
lakukan menghadap guru roh saya, saya pernah menanyakan fenomena ini. Pada
waktu itu dijawab bahwa saya belum sampai pada pemahaman alam roh dan misi roh,
nanti setelah tiba waktunya saya akan mengetahui jawabannya.
Baru sekitar 4 tahun
yang lalu saya mendapatkan jawabannya. Untuk dapat memahami penjelasannya,
perlu untuk mengetahui terlebih dahulu mengenai alam roh, strata/tingkatan roh
dan misi roh.
Alam roh amat sangat luas dan rumit, serumit hukum karma dan reinkarnasi, oleh
sebab itu apa yang dapat diketahui manusia mengenai alam roh hanya sedikit
sekali. Ada banyak sekali aturan dan batasan di alam roh, yang juga dikenal
sebagai hukum alam semesta.
Roh didalam
perjalanannya menuju ke Allah Y.M.E atau juga dikenal sebagai evolusi roh,
harus melalui banyak tahapan atau strata, untuk dapat naik strata, roh perlu
untuk dapat berhasil menjalankan misinya yang diberikan oleh Tuhan.
Misi roh. Bagaimana roh
menjalankan misinya? Bagi roh yang telah memiliki strata langit, istilah yang
dipakai dalam taoisme dan konfusianisme, atau strata nirvana, istilah dalam
Budhisme, atau strata sorga, istilah dalam kitab suci Kristen dan Islam, misi
roh adalah menolong manusia menemukan jalan Allah, jalan kebenaran dan menolong
manusia dari penderitaan.
Untuk menjalankan misi
ini, roh dapat menempuh beberapa jalan, diantaranya:
1. Turun sebagai manusia (re-inkarnasi)
2. Turun sebagai roh suci yang duduk/bersemayam di tempat-tempat pemujaan
seperti petilasan-petilasan suci, vihara, pura, klenteng dan lain-lain tempat
pemujaan yang dikramatkan.
Jati diri. Agar dapat
berhasil menjalankan misinya, roh perlu memakai/mempunyai jati diri, oleh
karena itu roh perlu mempergunakan jati diri tokoh-tokoh legendaris di daerah
tempat tugasnya, terutama yang telah ada petilasannya, untuk memudahkan
menjalankan misinya, supaya nasehat, petunjuk dan bimbingannya mudah diterima
dan dituruti oleh masyarakat setempat. Seperti tokoh Semar, Kanjeng Ratu Kidul,
Sunan Kalijogo dan lain-lain di Tanah Jawa.
Tidak semua petilasan
putih atau suci, yang dimaksud petilasan putih adalah pada petilasan tersebut
bersemayam roh suci utusan Allah yang sedang menjalankan tugas menolong
penderitaan manusia. Tetapi ada banyak petilasan dan tempat yang dikramatkan
yang isinya tidak putih lagi, atau petilasan hitam. Pada petilasan hitam ini bersemayam
bangsa jin, walau jin ada yang baik dan ada yang jahat, tetapi keduanya bukan
utusan Allah, jadi bukan jalur Illahi.
Bangsa jin juga dapat memakai jati diri tokoh legenda setempat, jadi perlu
waspada, hati-hati dan teliti untuk mengamatinya.
Bagaimana petilasan suci
dapat berubah menjadi petilasan hitam? Hal ini sangat tergantung pada umat atau
pesiarahnya dan juga cara pengelola petilasan tersebut.
Kalau sebagian besar
pesiarahnya dengan tujuan meminta yang “tidak-tidak”, seperti untuk perjudian,
pesugihan, penglarisan, kesaktian dan lain-lain, dimana roh suci tersebut tidak
dapat memberikan, dan kalau ditunggu untuk waktu yang cukup lama para pesiarah
dan masyarakat di tempat itu tidak juga menyadari bahwa permohonan-permohonan
seperti itu menyalahi kehendak Allah, maka roh suci tersebut akan meninggalkan
petilasan dan pindah menjalankan misinya di tempat lain dengan jati diri yang
lain pula.
Begitu petilasan
tersebut ditinggalkan oleh yang putih/roh suci, maka akan segera dimasuki oleh
bangsa jin yang dengan senang hati akan memenuhi permintaan-permintaan para
pesiarah yang “tidak-tidak” tadi dengan meminta imbalan.
Kalau pengurus petilasan
mengelolanya secara sangat komersil, roh suci akan berusaha menyadarkan, kalau
tidak juga sadar, maka orang-orang itu akan disingkirkan atau diganti, kalau
masih tidak berhasil, maka roh suci itu pun akan meninggalkan petilasan
tersebut. Jadilah petilasan yang asalnya putih menjadi hitam.
Bagaimana mengetahui
petilasan masih putih atau sudah tercemar menjadi hitam? Untuk orang awam sulit
mengetahuinya, bagi seorang spiritualis juga tidak mudah untuk mengetahui.
Sebab yang hitam dapat memakai jati diri yang putih, memalsukan jati diri. Bagi
spiritualis yang memiliki guru roh dari garis Illahi, maka kepada guru roh lah
dapat bertanya putih-hitamnya suatu tempat, tetapi bila guru rohnya bukan dari
garis Illahi, misalnya bangsa jin, maka jawaban sang guru akan selalu putih,
sebab yang bersemayam di tempat itu sebangsa dengan dia, jin.
Guru roh dari garis
Illahi tidak datang sendiri pada seseorang, melainkan perlu diminta dengan
upacara resmi tapi sederhana di tempat yang terpilih.
Jadi siapa yang ada di
petilasan suci itu dan siapa yang memberikan berkah kepada peziarah atau
pengunjung? Saya kira anda sekarang sudah mengetahuinya.
13.
Ziarah ke Petilasan Jambe Pitu
Pada tanggal 27 juni
2006, saya dan istri mendampingi rombongan yang terdiri dari sekitas sebelas
orang untuk melakukanperjalanan ziarah ke petiolasan Jambe Pitu. Seluruh
anggota rombongan adalah pelaku spiritual yang membutuhkan berkah dan bekal
dari roh suci yang duduk di petilasan Jambe Pitu ini, yaitu berkah dan bekal
untuk membentuk fondasi spiritual yang sangat mereka butuhkan dalam laku
spiritual yang mereka jalani. Inilah wejangan yang diberikan oleh Eyang yang
bersemayam di Jambe Pitu:
Eyang:
Aku Eyangmu yang duduk dipetilasan Jambe Pitu, Pangestuku untuk kalian semua,
kuterima semua ibadah kalian, juga semua persembahan kalian telah kuterima.
Kedatangan kalian semua sudah dinantikan, memang yang menjalani laku spiritual
itu, ya seharusnya datang menghadap Eyangmu di sini.
Cucu kinasih, tempatku ini meskipun letaknya terpencil di gunung, tetapi tempat
ini , petilasan Jambe Pitu ini, bukan sembarang petilasan. Eyangmu ini ditunjuk
oleh Gusti Yang Maha Kuasa, untuk mengamat-amati, mengawasi, membantu
memberikan bekal-bekal, yang dibutuhkan oleh para pelaku spiritual di dalam
menempuh perjalanan spiritualnya.
Diibaratkan apabila dirimu membangun rumah, aku inilah yang menyusun fondasinya,
jadi apabila belum datang ke sini, lalu apa yang diharapkan untuk diterima?
Wadahnya apa? Karena belum memiliki fondasi. Apabila kalian sudah datang
menghadap ke sini, aku akan meletakkan fondasinya terlebih dahulu, baru
kemudian dirimu yang akan membentuk wadahnya, untuk diisi bekal-bekal
selanjutnya. Karena itulah cucuku kinasih, dirimu sangatlah beruntung, dirimu
bisa hadir menghadap Eyangmu di hari ini. Apabila dirimu tidak datang menghadap
ke sini, Wadah spiritualmu belum akan dapat terbentuk.
Karena itulah, sesuai dengan pesan-pesan yang sudah kalian terima, ketika
kalian semua datang menghadap EyangBegawan di petilasan Umbul Jumprit dan
Eyangmu Ratu di Pantai Parang Tritis, disitu telah dijelaskan dan ditekankan
bahwa di dalam menempuh pernjalanan spiritual ini, kalaian semua adalah
bersaudara, Upayakan selalu bertemu, selalulah membicarakan pengalaman
masing-masing , supaya bisa saling melakukan koreksi, kalau ada kesalahan, ada
kekeliruan, temannya yang akan memberitahu.
Jangan menganggpa dirinya yang benar, jangan menganggap dirinya sudah pintar,
aku bisa ini, aku sudah bisa itu, apabila salah, tidak mengetahui, karena tidak
ada yang memberitahu. Aku juga mengerti bila dirimu masing-masing itu memiliki
guru, tetapi gurumu masing-masing itu juga masih membutuhkan guru yang lain.
Setiap guru itu memiliki kekhususan tersendiri, ada guru yang meletakkan dan
menyusun fondasi, ada guru yang menjaga kelurusan perjalanannmu, ada guru yang
mengajarkan kejujuran hati, guru yang mengajarkan memasuki alam gaib itu harus
waspada, harus bagaimana itu juga ada.
Semua berkah dan bekal itu, harus diperoleh dari para roh suci yang
berbeda-beda. Tidak bisa diperoleh dari satu guru saja, karena itu jangan
sekali-kali merasa gurumu sudah tinggi, tidak memperhatikan guru-guru roh suci
yang lainnya. Pemahaman seperti itu merupakan kesalahan yang besar, jangan
takabur, apakah cucu kinasih mengerti takabur itu? Jangan sok benar, jangan
mentang-mentang memiliki guru, mentang-mentang sudah bisa, tidak memperhatikan
yang lain, tidak menganggpa yang lain, Contohnya seniormu suami-istri ini lho,
mereka babak belur sebelum bisa seperti sekarang ini. Dirimu tidak megerti
beratnya perjalanan yang mereka berdua tempuh, senang susahnya, perjalanan yang
terjal penuh tantangan dan penderitaan.
Menempuh perjalanan spiritual itu tidak mudah, tidak cuma menerima, wah
nantinya aku bisa begini, nantinya aku bisa begini begitu. Bukan begitu cucu
kinasih, spiritual itu, kalau cuma bisa ini, aku bisa itu, itu namanya dukun,
bukan pelaku spiritual. Yang dinamakan menjalani laku spiritual itu :
membersihkan rohani, membersihkan pikiran dan batin kotor. Itulah cucu kinasih
tujuannya. Bagaimana membersihkan pikiran yang kotor, sakit dan penderitaan,
sakit dan penderitaan untuk dapat membersihkannya. Jangan kalian anggap mudah,
kalian anggap enteng, kalian anggap enak, itu keliru cucu kinasih.
Cukup sekian dulu petunjuk Eyangmu, pangestuku untuk dirimu sekalian, terimalah
pangestunya Eyang Lengkung Kusumo.
14. Memohon Maaf dan
Memaafkan
Karena sering banyak
orang yang bermasalah datang ke rumah saya berada di pihak yang salah dan untuk
dapat menolong mereka syaratnya harus memohon maaf terlebih dahulu kepada yang
bersangkutan, maka kami berdua sering membicarakan dan ingin mengetahui lebih
dalam mengenai memohon maaf ini.
Pada tanggal 1 Januari 2001 malam, waktu kami berdua meditasi dan berdoa kepada
guru roh kami, inilah penjelasan dari 3 guru roh kami mengenai memohon maaf dan
memaafkan.
Guru Roh Pertama, Dewi Kwan Im
Memaafkan adalah sifat utama yang harus dibina oleh manusia, dalam kehidupan
ini memaafkan adalah penting sekali, boleh dikatakan termasuk 3 hal penting
yang harus dijalankan oleh manusia, yaitu:
Memaafkan,'
Menolong orang lain
dan Membina diri sendiri dengan sifat kebijaksanaan diri.
Sifat kebijaksanaan diri
yang dibina terus menerus, memang akan menghasilkan sifat pemaaf yang sangat
besar. Karena ke-3 hal ini sangat berhubungan erat sekali, tidak daapt
dipisahkan saru dengan yang lain. Kebijaksannaan akan menimbulkan cinta kasih
yang besar, yang akan menimbulkan sifat menolong dan sifat pmaaf. Sedangkan
sifat pemaaf yang tulus adalah pekerjaan yang sulit sekali. Sifat sulit
memaafkan dengan tulus adalah sifat umum yang banyak terdapat pada manusia.
Yang banyak adalah memaafkan dari luarnya saja, secara sepintas saja, tetapi
tidak dibatinnya, tidak ditingkah lakunya, tidak dinuraninya yang paling dalam.
Dia belum 100% memaafkan. Itu adalah wajarnya sifat manusia.
Memaafkan itu bukan pekerjaan mudah, bukan hal-hal yang begitu nyata. Kalau
dikatakan saya memaafkan, itu bukan berarti di dalam lubuk hatinya juga
memaafkan, bukan lalu seperti itu. Memaafkan boleh dikatakan pekerjaan paling
sulit dan amat sangat tersamar, tidak kelihatan oleh mata, oleh perbuatan dan
oleh tindakan nyata.
Sifat tidak memaafkan itu begitu tersembunyi, tersamar jauh di dalam hati,
sehingga memaafkan itu pekerjaan yang paling sulit, tetapi mempunyai makna yang
sangat mendalam, mempunyai nilai yang sangat tinggi sekali . bahkan kalian
berdua masih harus banyak membina sifat memaafkan itu lebih tinggi lagi, lebih
tulus lagi. Ini adalah topik pelajaran memaafkan yang kusampaikan kepada kalian
berdua, merupakan suatu pekerjaan yang amat sulit tetapi mempunyai nilai yang
sangat tinggi sekali, dan itulah yang terdapat pada ajaran-ajaran yang ada
diberbagai agama. Tidak pernah dibahas secara mendalam, tidak pernah diajarkan
secara luas di agama-agama yang ada. Yang ada hanya menolong orang, rendah
hati, cinta kasih, sederhana, itulah yang banyak diajarkan.
Bahkan agama islam yang kalian sebut sebagai satu-satunya agama yang mempunyai
budaya memohon maaf lahir bathin pada hari raya lebaran, bagi semagian umatnya
itu hanyalah dibibir saja, hanya ada dipermukaan sebatas bibir, tidak masuk ke
rongga mulut, apalagi sampai ke dalam hati, hanya sebatas bibir atas dan bibir
bawah saja. Karena kata maaf yang diucapkan hanya dibibir saja, itu tentu tidak
sama dengan yang kalian maksudkan supaya memohon maaf.
Memohon maaf, begitu juga memaafkan tidak cukup hanya diucapkan dibibir saja.
"Saya minta maaf atas semua kesalahan saya," tidak peduli dimaafkan
atau tidak, asal sudah diucapkan. Tentu tidak seperti itu.
Aku memberitahukan kepada kalian bahwa memohon maaf bukanlah seperti itu,
tetapi memohon maaf itu harus sadar bahwa dia memohon maaf karena dia bersalah,
dia mengakui kesalahannya, menyadari kesalahannya, menyesali kesalahannya.
Hanya mengakui tanpa menyesali itu masih kurang, mengakui, menyadari dan
menyesali kesalahan itulah yang harus diucapkan dan dilakukan orang yang
mempunyai kesalahan.
Karena aku tahu untuk memaafkan 100% itu boleh dikatakan mustahil bagi
kebanyakan manusia, yang ada hanyalah "saya sudah memaafkan," tetapi
seberapa kadar memaafkan yang dapat dia maafkan, itulah yang penting, itulah
yang dinilai Allah. Oleh karena itulah kalian harus terus belajar membina diri,
menempuh diri dengan sifat memaafkan yang mempunyai kadar yang lebih tinggi,
setinggi-tingginya yang kalian belum capai. Cukup restuku untuk kalian.
15.
Bertanya di Altar
Banyak diantara tamu
saya datang dari luar kota yg jauh dari Jakarta, juga banyak yg datng dari luar
pulau Jawa. Banyak di antara mereka terapi penyembuhannya membutuhkan
beberapakali datang. Tentu hal ini akan menyulitkan mereka, bukan hanya harus
keluar ongkos transport yang mahal, juga perlu menyediakan waktu dan tenaga
yang lebih banyak.
Oleh karena itu saya
banyak mengajarkan kepada mereka agar dapat memohon pertolongan sendiri kepada
para dewa yang duduk di altar Kelenteng Tri Dharma yang ada di kotanya. Dan
cara saya ini telah banyak menolong mereka yang ada di Medan, Pontianak,
Bankarmasin, Makasar dan kota-kota lainnya. Juga mereka yang tinggal di
kota-kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Kelenteng Tri Dharma
adalah satu-satunya tempat yang menyediakan sarana komunikasi antara umat
dengan para Dewa dan Roh Suci. Walaupun sifat komunikasinya hanya satu arah
saja, tetapi sangat berguna dalam menolong manusia. Mengenai tata cara
penggunaan sarana komunikasi di altar Kelenteng ini, yang biasa disebut sarana
"pak pwee". Saya sudah jelaskan dalam buku ke 3 saya "Menelusuri
Jalan Spiritual" halaman 85-87.
Di sini saya akan
menjelaskan mengenai dialog searah dengan Dewa di altar dengan mempergunakan
diagram sederhana proses bertanya di altar untuk beberapa keperluan seperti:
1. Soal kesehatan dan penyakit.
2. Soal altar rumahan.
3. Soal tempat ibadah dan Vihara
4. Soal perjalanan arwah.
5. Soal laku spiritual bagi yang telah memiliki Guru Roh.
Daftar 20 Kelenteng atau
Vihara Tri Dharma yang dapat digunakan untuk bertanya telah saya muat dalam
buku ke 4 "Mengintip Perjalanan Arwah".
Mengenai evaluasi laku spiritual, bagi orang belum memiliki Guru Roh, saya
telah tuliskan di buku ke 3 "Menelusuri Jalan Spiritual".
Secara garis besarnya
saya dapat jelaskan seperti di bawah ini:
1. Tanya soal kesehatan dan penyakit
1. Ke Kelenteng atau Vihara Tri Dharma membawa persembahan berupa:
- 7 batang bunga sedap malam.
- 7 kue mangkok warna merah.
- 3 macam buah masing-masing 7.
- Dupa atau hio cendana, lilin, dan kertas sembahyang.
- Tee-lio (gula batu, angco dan tan kwe), khusus untuk altar Dewa Hian Thian
Siang Te.
2. Sembahyang ke Tuhan/ Thian, memohon ijin dan restu untuk menghaturkan sembah
sujut dan memohon pertolongan Dewa di altar Kelenteng/ Vihara ini.
3. Setelah menghaturkan sembah sujud keliling seluruh altar yang ada, kembali
ke altar utama. konsentrasi dan bersujud, berdoa memohon kemurahan hati dan
belas kasih dari Dewa di altar utama untuk dapat memberikan pertolongan,
petunjuk dan nasehat mengenai kesehatan dan penyakit yang diderita
oleh....(sebutkan nama dan alamat)
4. amemohon Dewa di altar untuk menyingkirkan semua gaib yang ada di sekeliling
dan di dalam badan anda, yang Dewa di altar tidak kehendaki, supaya komunikasi
tidak dicampuri/ diintervensi oleh gaib yang tidak dikehendaki.
5. Dapatkan jawaban pertanyaan anda dengan sarana pak=pwee.
6. Tanyakan apakah semua gaib yang Dewa di altar tidak kehendaki semua sudah
disingkirkan?
6A. Kalau belum, ulangi permohonan no 4. Kalau diulang 3x belum juga bersih
atau belum disingkirkan, langsung ke no 7A
7. Kalau sudah, tanyakan apakah ada penyakit non medis di badan anda. KAlau ya,
langsung ke no 8.
7A. Tanyakan apakah anda ditempel makhluk gaib jin, atau arwah leluhur. Kalau
ya, langsung ke no 8.
8. Tanyakan apakah anda boleh minta tolong Dewa di altaruntuk menyingkirkan
gangguan non medis atau jin atau arwah leluhur ini.
8A. Kalau tidak tanyakan apakah penyakit anda adalah penyakit medis? Kalau ya,
anda perlu ke dokter.
9. Kalau ya, tanyakan apakah dengan sarana "Hu" atau air yang telah
"di-isi" oleh Dewa di altar. Kalau ya, langsung minta pada Dewa di
altar.
10. Kalau tidak, tanyakan apakah anda harus minta tolong manusia. Kalau ya,
sebutkan si A, si B, si C nama-nama orang yang akan anda minta pertolongan.
Tanyakan satu persatu mana yang ditunjuk oleh Dewa di altar. Kalau tidak,
ulangi dari no 8 lagi.
11. Anda sudah mendapatkan jawaban atas penyakit yang anda tanyakan, ucapkan
terima kasih kepada Dewa di altar.
2. Tanya soal altar di
rumah
1. sama dengan di atas.
2. sama dengan di atas.
3. Setelah menghaturkan sembah sujud keliling seluruh altar yang ada, kembali
ke altar utama. Konsentrasi dan bersujud, berdoa memohon kemurahan hati dan
belas kasih dari Dewa di altar utama untuk dapat memberikan pertolongan,
petunjuk dan nasihat mengenai altar di rumah anda, sebutkan nama Dewa yang anda
altarkan.
4. Memohon Dewa di altar untuk menyingkirkan semua gaib yang ada di sekeliling
dan di dalam badan anda, yang Dewa di altar tidak kehendaki, supaya komunikasi
tidak dicampuri/diintervensi oleh gaib yang tidak dikehendaki.
5. Dapatkan jawaban pertanyaan anda dengan sarana pak-pwee.
6. Tanyakan apakah semua gaib yang Dewa di altar tidak kehendaki semua sudah
disingkirkan?
7. Kalau sudah, tanyakan apakah altar di rumah anda bersih dari unsur gaub non
Illahi?. Kalau tidak, langsung ke no 7A.
7A. Tanyakan apakah altar di rumah anda sudah tercemar. Kalau ya, langsung ke
no 10.
8. Kalau ya, tanyakan apakah DEwa yang dialtarkan berkenan turun di altar rumah
anda?
8A. Kalau tidak, tanyakan apakah altar di rumah sudah tercemar dan dihuni
makhluk gaib non Illahi? Kalau ya, langsung ke no 10. Kalau tidak, ulangi no 7.
9. Kalau ya, tanyakan apakah pada altar perlu ada yang diubah atau diperbaiki
tata letaknya dan lain-lain. Kalau ya, langsung ke no 10
9A. Kalau tidak, tanyakan apakah semuanya sudah baik?
9B. Kalau tidak, tanyakan apakah altar di rumah anda kosong? Kalau tidak,
ulangi no 8. Kalau ya, langsung ke no 10.
10. Tanyakan apakah anda perlu minta penjelasan kepada manusia?
11. Kalau ya, sebutkan si A, si B, si C nama-nama orang yang anda kenal untuk
memberi penjelasan. Mana yang ditunjuk oleh Dewa di altar. KAlau tidak, ulangi
lagi no 8.
12. Anda sudah mendapatkan jawaban mengenai altar di rumah anda. ucapkan terima
kasih.
Catatan: Evaluasi untuk altar rumahan sebaiknya dilakukan di 4 Kelenteng yang
telah saya tulis di dalam buku ke 3 Halaman 87.
lanjutan buku kelima:
DIALOG DENGAN ALAM DEWA
16. Ajaran Sang Budha untuk Mira
Mira, Ibu rumah tangga berusia sekitar 40-an tahun, datang ke rumah untuk
masalah keluarga dan perjalanan hidup. Melalui mata batin saya memeriksa Mira,
ternyata Mira rohnya memiliki strata langit atau strata nirvana. Perjalanan
hidupnya yang sudah lama mengalami hambatan dan penuh masalah adalah proses
penurunan karma buruk atau skkb.
Saya beritahu Mira bahwa dalam perjalanan hidupnya kali ini, dia akan dibimbing
oleh Sang Hyang Budha Gautama, jadi Guru sejati Mira dalam kehidupan kali ini
adalah sanghyang Budha Gautama. Roh pendamping yang mendampingi Mira sejak
lahir itulah yang selalu mengingatkan dan mendorong Mira untuk dapat bertemu
dengan Sang guru Roh. Karena Memang tugas Roh Pendamping dari manusia yang
rohnya datang dari nirvana, selalu mendorong dan menyadarkan manusia itu untuk
dapat bertemu dengan Guru Rohnya. Dan setelah berhasil didampingi sampai
bertemu dengan guru Roh, maka tugas Roh pendamping sudah selesai, dia akan
pulang. Roh pendamping akan diganti oleh roh pembimbing pemberian guru Roh..
Cara yang digunakan oleh roh pendamping mendorong dan menyadarkan manusia agar
berhasil bertemu dengan guru roh adalah dengan memberikan benturan-benturan dan
masalah yang tidak enak atau penderitaan, agar yang bersangkutan berikhtiar dan
berusaha mencari jalan keluar dengan mendatangi dari satu orang ke orang lain
samapi dapat bertemu dengan orang yang dapat memberitahu dia apa penyebab utama
semua masalah yang sekarang dialami. Semuanya saya jelaskan kepada Mira.
Jadi tahap pertama, Mira harus mantap untuk berguru kepada sang Budha. Setelah
memiliki guru Roh maka jalan hidup dan jalan laku spiritualnya akan dibimbing
dan dilindungi oleh sang Guru.
Sekitar dua bulan kemudian, saya mendampingi Mira untuk memohon inisiasi
pengangkatan guru sejati kepada Sang Budha Gautama di sebuah Vihara Budhis di
jakarta.
Pada saat Mira menjalani upacara ritual menerima inisiasi pengangkatan Guru,
Mira dapat melihat dengan jelas Sang Budha turun dari langit memakai jubah
kuning emas, memakaikan jubah tipis transparan warna kuning emas ke badan Mira
sebagai tanda Mira telah diterima sebagai murid Sang Budha Gautama.
Mira sudah sejak kanak-kanak memiliki kemampuan supranatural yang sangat bai.
Dia memiliki penglihatan gaib kualitas tinggi dan kemampuan dialog dengan gaib
yang prima. Melihat gaib seperti melihat manusia dan dialog dengan gaib seperti
ngobrol dengan manusia. Suatu kemampuan yang jarang saya temukan.
Mira beberapa kali ikut rombongan saya beribadah dan berdoa di Vihara Budhis,
di gereja Khatedral, di Klenteng Banten dan altar Amitabha Budha. Melhat Sang
Budha turun dari langit memakai jubah kuning emas memberkati rombongan saya. Di
Gereja Kathedral melihat Yesus Kristus memakai jubah putih bercahaya turun dari
langit masuk ke altar dan mengapung 60 cm dari lantai sambil memberkati
rombongan saya. Di vihara Banten melihat Dewi Kwan Im turun dari langit diikuti
banyak pengiring melayang masuk menuju altar utama dan memberkati rombongan
saya. Di altar Amitabha Budha di sebuah vihara Budhis melihat Sang Hyang
Amitabha Budha turun dari langit dengan kaki menginjak teratai merah memberi
berkah kepada rombongan saya.
Tidak lama setelah Mira mengangkat guru kepada Sang Budha, Mira mulai menerima
pelajaran dan bimbingan dari Sang Guru, Mira dibenahi jasmani dan rohaninya dan
juga diberi pelajaran-pelajaran spiritual.
Ada banyak pelajaran spiritual yang diterima mira dari hari ke hari melalui
penglihatan gaib berupa text kalimat berjalan seperti melihat layar monitor
komputer. Mira cukup jeli dan cekatan, semua kalimat dicatat dengan rapi. Di
bawah ini saya tuliskan beberapa ajaran Sang Budha untuk Mira, yang mungkin
juga berguna untuk para pelaku spiritual yang memiliki garis pemahaman yang
sama.
no.1,2,3 dan seterusnya adalah ajaran Sang Budha untuk Mira.[*]Dari pemahaman
guru roh saya.
1. Mata hanya untuk melihat, kuping hanya untuk mendengar, mulut tidak boleh
bicara.[*]Jadilah penonton yang baik, jangan ikut-ikutan.
2. Makan dan cernalah selalu makanan yang ringan.[*] Jangan serakah, terimalah
sepengasihnya.
3. Di dunia ini begitu banyak warna, kita harus menyukai semua warna-warni .
Begitupun kita harus menyukai semua mahluk hidup.[*]Di dunia ini begitu banyak
mahluk hidup, kita harus saling mengasihi.
4. Apapun yang keluar dari mulutmu adalah ibadah.[*]Hati-hatilah menjaga
kata-kata. Kata yang bijak adalah ibadah.
5. Siapapun yang menilai, memuji kemampuanmu, janganlah membantah atau
memungkiri, tetapi mintalah bimbingan dan petunjuknya.[*]kata-kata orang bijak
jangan disepelekan, ikuti dan jalankan.
6. Seluruh anggota tubuh diperintah dari pikiran, maka dari itu kendalikanlah
selalu pikiranmu.[*] Pikiran adalah awal perbuatan. Jagalah baik-baik
pikiranmu.
7. Disaat kita merasa di puncak teratas sebenarnya disaat itulah kita mulai
turun.[*]Jangan sombongsupaya kau tetap di atas.
8. Ketulusan adalah sesuatu berkah yang tak terhingga.[*]Hati nurani yang
bersih adalah modal utama.
9. Sakti bagi manusia adalah petaka yang paling besar.[*] Ilmu keduniawian dan
angkara murka adalah malapetaka terbesar.
10. Jangan melawan arus air, tetapi ikutilah arus air walaupun samapai ke tempat
yang paling rendah. Sebenarnya di tempat yang paling rendah itulah air itu
mulai mengendap, menumpuk, menimbun dan mulailah air itu naik.[*] janganlah
melawan kehendak alam, maka kau akan mendapatkan hasil.
11. Merendahkan tubuh untuk melompat agar dapat mengambil sesuatu yang lebih
tinggi.[*] Mau mengalah untuk mencapai keberhasilan.
12. Dengan tersenyum untuk menetralkan pikiran walau apapun yang kau
dapat.[*]Terimalah dengan tulus hari, apapun yang telah kau usahakan.
13. Terlalu terang atau terlalu gelap mata tetap tidak tampak jelas. Dengan
memakai mata hati melatih diri.[*]Dengan mata batin dapat melihat lebih jelas,
latihlah.
14. Begitu kuat dan berat daya tarik bumi, begitu ringannya bunga kapas
berterbangan.[*]Yang kuat tidak selalu dapat megalahkan yang lemah.
15. Pertemuan itu proses dari mperpisahan.[*]O Pertemuan adalah awal
perpisahan.
16. Bumi senantiasa mengelilingi matahari. Begitupun karma dan
kehidupan.[*]Siklus kehidupan adalah karma dan reinkarnasi.
17. Segi buruk dan baik sifat manusia dipadukan menjadi lingkaran.[*]Lingkaran
kehidupan dibentuk oleh karma, kualitas roh dan sisi bebas.
18. Melatih keseimbangan tubuh tercapai keseimbangan pikiran.[*]Melatih
mengatasi kelemahan jasmani untuk mencapai kejernihan pikiran.
19. Ladang, bibit, tanaman, pupuk disiram bersamaan, hasil berbeda.[*]Dalam
menempuh laku spiritual, sulit untuk mencapai hasil yang sama.
20. Manisan di dalam toples diambil dengan gengaman tangan, tak dapat
sebutirpun. Setelah dilepaskan gengaman dengan cepat dan cermat tangan dapat
mengambil manisan itu satu per satu.[*]Dalam laku spiritual semuanya dilakukan
satu tahap demi satu tahap. Tidak ada yang dapat diperoleh secara serentak.
21. Perjalanan menuju suatu tempat berliku-liku, hujan badai telah dilalui.
Sesampai di tujuan diingat kembali, bagaikan kenangan paling indah.[*]Hasil
suatu perjuangan berat, sangat indah untuk dinikmati.
22. Begitu gemulainya tarian, sangat terpesona mata memandang.[*]Godaan lewat
panca Indra sangat mempesona, hati-hatilah.
23. Sebenarnya apa yang kau pijak itulah surga.[*]Apa yang kau jalani dengan
benar, itulah jalan kebenaran.
24. Dalamnya lautan, tingginya gunung, indahnya lembah, curamnya jurang dan
seluruh keajaiban dunia semuanya itu bukan untuk dilihat atau sekedar
dikagumi.[*]Dalam laku spiritual, semua penderitaan dan kebahagiaan bukan untuk
dikenang, tetapi untuk dijalani.
25. Dasar yang bersih dapat menyerap dengan mudah segala warna.[*]Hati nurani
yang bersih penuh rasa kasih dapat menyerap semua penderitaan umat manusia.
26. Berharap alam menyesuaikan kita, sebaiknya kitalah yang menyesuaikan
alam.[*]Hiduplah selaras dan menyatu dengan alam, bukan sebaliknya.
27. Menjaga diri jangan sampai masuk ke dalam lingkaran pusaran angin, air
maupun apai.[*]Selalulah hati-hati, teliti dan waspada untuk tidak salah jalan
ke jalan non Ilahi.
28. Kepercayaan di dalam keyakinan itu jimat terampuh bagimu.[*]Percaya dan
yakin adalah modal utama untuk memulai jalan kebenaran.
29. Melatih diri membisu seribu kata, tidak berkeinginan untuk berbicara.
Karena keinginan itu penuh dengan air mata.[*]Makin banyak kemauan, makin
banyak masalah, berujung pada makin banyak penderitaan.
30. Begitu dasyat dan gemuruhnya derap kaki kuda yang sedang berperang.
Begitupunhati yang sedang murka.[*]Gemuruhnya emosi dan angkara murka membuat
banyak penderitaan.
31.
Semakin berpengalaman si pengembara, semakin pandai dan hati-hati dia menempuh
jalan yang akan dilalui.[*]Semakin tinggi kau mendaki, semakin luas pandangan
dan kebajikanmu.
32. Penting suatu
negara mempunyai benteng yang kuat dan kokoh. Begitupun manusia harus mempunyai
iman yang kuat dan kokoh.[*]Dalam laku spiritual, peganganmu adlah iman dan
ketaqwaan, jagalah jangan sampai salah satunya terlepas.
33. Berdiri dan
berpijaklah di kakimu sendiri yang engkau tahu persis kekauatannya.[*]Jangan
pakai orang lain untuk mengukur dirimu, ukurlah dirimu sendiri.
34. Apapun yang
melalui proses penantian akan sangat lebih besar menghargai.[*]Apapun yang
dijalani dengan penuh susah payah dan penderitaan, hasilnya akan membahagiakan.
35. Nilailah
sebelum dinilai.[*]Bercerminlah sebelum menilai orang lain.
36. Wejangan dari
Sang Hyang Budha Gautama yang diterima oleh Mira pada hari Tri Suci Waisak di
Vihara Budhis Sunter pada tanggal 1 Juni 2007, 11.15 AM:
“ Bersandarlah pada
keyakinan menelusuri semua masalah sambil mengupas kepedihan. Menitis ke lembah
kesempurnaan.”
Sedikit penjelasan:
(Wejangan ini khusus ditujukan untuk Mira)[*]Di dalam menjalani dan menghadapi
semua masalah kehidupan, berpeganglah kepada keyakinan yang telah diajarkan
oleh Sang Guru.[*]Sambil mengikis dan mengangsur semua kepedihan dan karma
buruk, dengan tidak lari dari penderitaan.[*]Supaya dapat mencapai dan menitis
ke lembah tingkat pencerahan dan kesempurnaan.
sekian buku ke V:
Dialog dgn Alam Dewa