Entri Populer

Kamis, 29 September 2011

7 KEUNGGULAN AGAMA BUDDHA 

Buddha diagungkan bukan karena kekayaan, keindahan, atau lainnya. Beliau diagungkan karena kebaikan, kebijaksanaan, dan pencerahanNya. Inilah alasan mengapa kita, umat Buddha, menganggap ajaran Buddha sebagai jalan hidup tertinggi. Apa sajakah keunggulan-keunggulan yang menumbuhkan kekaguman kita terhadap ajaran Buddha? 

1. Ajaran Buddha tidak membedakan kelas / kasta Buddha mengajarkan bahwa manusia menjadi baik atau jahat bukan karena kasta atau status sosial, bukan pula karena percaya atau menganut suatu ajaran agama. Seseorang baik atau jahat karena perbuatannya. Dengan berbuat jahat, seseorang menjadi jahat, dan dengan berbuat baik, seseorang menjadi baik. Setiap orang, apakah ia raja, orang miskin atau pun orang kaya, bisa masuk surga atau neraka, atau mencapai Nirvana, dan hal itu bukan karena kelas atau pun kepercayaannya.
 
2. Agama Buddha mengajarkan belas kasih yang universal Buddha mengajarkan kita untuk memancarkan metta (kasih sayang dan cinta kasih) kepada semua makhluk tanpa kecuali. Terhadap manusia, janganlah membedakan bangsa. Terhadap hewan, janganlah membedakan jenisnya. Metta harus dipancarkan kepada semua hewan termasuk yang terkecil seperti serangga. Hal ini berbeda dengan beberapa agama lain yang mengajarkan bahwa hewan diciptakan Tuhan untuk kepentingan kelangsungan hidup manusia, sehingga membunuh makhluk selain manusia bukanlah kejahatan. Beberapa agama bahkan membenarkan membunuh orang bersalah yang menentang agamanya.
 
3. Dalam ajaran Buddha, tidak seorang pun diperintahkan untuk percaya Sang Buddha tidak pernah memaksa seseorang untuk mempercayai ajaranNya. Semua adalah pilihan sendiri, tergantung pada hasil kajian masing-masing individu. Buddha bahkan menyarankan, “Jangan percaya apa yang Kukatakan kepadamu sampai kamu mengkaji dengan kebijaksanaanmu sendiri secara cermat dan teliti apa yang Kukatakan.” Hal ini pun berbeda dengan agama lain yang melarang pengikutnya mengkritik ajarannya sendiri. Ajaran Buddha tidak terlalu dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan dan kritik-kritik terhadap ajaranNya. Jelaslah bagi kita bahwa ajaran Buddha memberikan kemerdekaan atau kebebasan berpikir.
 
4. Agama Buddha mengajarkan diri sendiri sebagai pelindung. Buddha bersabda, “Jadikanlah dirimu pelindung bagi dirimu sendiri. Siapa lagi yang menjadi pelindungmu? Bagi orang yang telah berlatih dengan sempurna, maka dia telah mencapai perlindungan terbaik.” Ini bisa dibandingkan dengan pepatah bahasa Inggris, “God helps those who help themselves” –Tuhan menolong mereka yang menolong dirinya sendiri. Inilah ajaran Buddha yang menyebabkan umat Buddha mencintai kebebasan dan kemerdekaan, dan menentang segala bentuk perbudakan dan penjajahan. Buddha tidak pernah mengutuk seseorang ke neraka atau pun menjanjikan seseorang ke surga, atau Nibbana; karena semua itu tergantung akibat dari perbuatan tiap-tiap orang, sementara Buddha hanyalah guru atau pemimpin. Seperti tertulis dalam Dhammapada, “Semua Buddha, termasuk Saya, hanyalah penunjuk jalan.” Pilihan untuk mengikuti jalanNya atau tidak, tergantung pada orang yang bersangkutan. Hal ini pula yang membedakan dengan agama lain yang percaya Tuhan bisa menghukum orang ke neraka atau mengirimnya ke surga. Tatkala orang melakukan segala jenis dosa, jika dia memuja, berdoa, dan menghormati Tuhan, maka Tuhan akan menunjukkan cintaNya dan mengampuni orang tersebut. Hal ini membuat orang menjadi terdorong untuk tidak peduli, sebesar apapun dosanya, jika dia memuja Tuhan, dia akan diampuni. Karena ini pulalah, dia akan terbiasa menunggu bantuan orang lain daripada berusaha dengan kemampuan sendiri.
 
5. Agama Buddha adalah agama yang suci Yang dimaksudkan di sini adalah agama tanpa pertumpahan darah. Dari awal perkembangannya sampai sekarang, lebih dari 2500 tahun –agama Buddha tidak pernah menyebabkan peperangan. Bahkan, Buddha sendiri melarang penyebaran ajaranNya melalui senjata dan kekerasan. Di lain pihak, banyak pemimpin agama yang sekaligus juga menjadi raja dari kerajaannya, dan pada saat yang sama menjadi diktator dari agamanya. Meskipun ada beberapa agama yang tidak disebarkan melalui senjata atau kekerasan, tetapi mereka telah menyebabkan terjadinya perang antar agama. Hal ini menyebabkan agama tersebut tidak bisa dianggap sebagai agama yang suci atau bebas dari pertumpahan darah.
 
6. Agama Buddha adalah agama yang damai dan tanpa monopoli kedudukan Dalam Dhammapada, Buddha bersabda, “Seseorang yang membuang pikiran untuk menaklukkan orang lain akan merasakan kedamaian.” Pada saat yang sama, Beliau memuji upaya menaklukkan diri sendiri. Beliau berkata, “Seseorang yang menaklukkan ribuan orang dalam perang bukanlah penakluk sejati. Tetapi seseorang yang hanya menaklukkan seorang saja yaitu dirinya sendiri, dialah pemenang tertinggi.” Di sini, menaklukkan diri sendiri terletak pada bagaimana mengatasi kilesa (kekotoran batin). Andaikan semua orang menjadi umat Buddha, maka diharapkan manusia akan beroleh perdamaian dan kebahagiaan. Buddha mengatakan bahwa semua makhluk harus dianggap sebagai sahabat atau saudara dalam kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Beliau juga mengajarkan semua umat Buddha untuk tidak menjadi musuh orang-orang tak seagama atau pun menganggap mereka sebagai orang yang berdosa. Beliau mengatakan bahwa siapa saja yang hidup dengan benar, tak peduli agama apapun yang dianutnya, mempunyai harapan yang sama untuk beroleh kebahagiaan di kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang. Sebaliknya, siapapun yang menganut agama Buddha tetapi tidak mempraktikkannya, hanya akan beroleh sedikit harapan akan pembebasan dan kebahagiaan. Dalam agama Buddha, setiap orang memiliki hak yang sama untuk mencapai kedudukan yang tinggi. Dengan kata lain, setiap orang dapat mencapai Kebuddhaan. Dalam agama lain, tiada siapapun bisa menjadi Tuhan selain Tuhan sendiri, tidak peduli sebaik apapun pengikutnya bertindak. Seseorang takkan pernah mencapai tingkat yang sama dengan Tuhan. Bahkan pemimpin agama pun takkan pernah mencapai ketuhanan.
 
7. Agama Buddha mengajarkan hukum sebab dan akibat Buddha mengajarkan bahwa segala sesuatu muncul dari suatu sebab. Tiada suatu apapun yang muncul tanpa alasan. Kebodohan, ketamakan, keuntungan, kedudukan, pujian, kegembiraan, kerugian, penghinaan, celaan, penderitaan –semua adalah akibat dari keadaan-keadaan yang memiliki sebab. Akibat-akibat baik muncul dari keadaan-keadaan yang baik, dan akibat buruk muncul dari penyebab-penyebab buruk pula. Kita sendiri yang menyebabkan keberuntungan dan ketidakberuntungan kita sendiri. Tidak ada Tuhan atau siapapun yang dapat melakukannya untuk kita. Oleh karena itu, kita harus mencari keberuntungan kita sendiri, bukan membuang-buang waktu menunggu orang lain melakukannya untuk kita. Jika seseorang mengharapkan kebaikan, maka dia hanya akan berbuat kebaikan dan berusaha menghindari pikiran dan perbuatan jahat. Prinsip-prinsip sebab dan akibat; suatu kondisi yang pada mulanya sebagai akibat akan menjadi sebab dari kondisi yang lain, dan seterusnya seperti mata rantai. Prinsip ini sejalan dengan pengetahuan modern yang membuat agama Buddha tidak ketinggalan jaman daripada agama-agama lain di dunia.
 

10 POIN KESIMPULAN PENTING ! (MEMPERBAIKI NASIB)


10 POIN KESIMPULAN PENTING !
DARI MEMUPUK KEBAJIKAN MEMBINA BERKAH 
(MEMPERBAIKI NASIB)

1.       BERSAMA ORANG LAIN MELAKUKAN KEBAJIKAN.
Melihat orang ada hati ingin berbuat bajik, kita pergi membantu dia, agar hati bajiknya bertumbuh besar.
Orang lain berbuat bajik, kekuatannya kecil, tak mungkin bisa berhasil.
Kita bantu dia agar dia bisa berhasil.
Itu namanya bersama orang lain melakukan kebajikan.

2.       ADANYA HATI KASIH DAN HORMAT.
Terhadap orang lain yang senior dalam usia, pendidikan, kita harus menghormatinya.
Bagi orang yang yunior dalam hal usia, status, bahkan orang miskin, sepantasnya kita memiliki hati menyayanginya.

3.       KEINDAHAN DARI MENJADI MANUSIA.
Misalnya seseorang ingin berbuat bajik tapi belum berkeputusan, maka kita membimbing agar dia sekuat tenaga melakukannya.
Orang lain berbuat bajik menemui halangan sehingga tidak berhasil, kita harus memback up dia, menasehatinya agar dia bisa berhasil.
Jangan sampai ada hati iri sehingga mau menghancurkannya.

4.       MEMBIMBING ORANG LAIN UNTUK BERBUAT KEBAJIKAN.
Ketemu orang jahat, berikan bimbingan bahwa berbuat jahat pasti ada karmanya. Tindakan jahat jangan sekali-kali dilakukan.
Ketemu orang yang tak mau berbuat kebajikan atau melakukan kebajikan mini, memberitahu dia bahwa melakukan kebajikan pasti ada karma baiknya.
Kebajikan bukan hanya perlu dikerjakan bahkan perlu sering dikerjakan dan bernilai besar.

5.       MENOLONG ORANG SAAT BERBAHAYA.
Orang yang suka menanam bunga, saat ketemu orang lain dalam kondisi paling bahaya, paling susah, paling kritis, mampu mengulurkan tangan dalam waktu yang tepat, sehingga bisa membantu mereka lolos dari bahaya, pahala ini sangat besar sekali.

6.       MENGUTAMAKAN KEPENTINGAN UMUM.
Kegunaan besar hanya bisa dikerjakan oleh orang berpotensi besar.
Seseorang yang memiliki potensi yang besar seharusnya mengerjakan pekerjaan yang berhasil guna besar, hasil yang berguna untuk umum. Seperti menghilangkan wabah penyakit, membantu saat bencana datang, dan lain-lain.

7.       MENGORBANKAN HARTA MEMBANGUN BERKAH.
Seperti manusia mati demi harta benda, hati manusia suka akan harta benda.  Memohon harta sudah tidak sempat, apa masih ada waktu untuk mengorbankan hartanya untuk menolong orang lain ?
Karena itu dapat mengorbankan harta untuk menghilangkan bencana orang lain, bisa mengatasi masalah orang lain.
Bagi orang awam, hal ini sangat sulit dilaksanakan, bagi orang miskin hal ini memang luar biasa.

8.       MELINDUNGI HUKUM KEBENARAN.
Ajaran ada yang sesat juga ada yang sejati. Dhamma kebenaran ada yang sejati juga ada yang palsu.  Hanya Dhamma Buddha yang paling sejati yang baru bisa membimbing hati umat manusia, mengembalikan kebiasaan berbuat kebajikan.
Jika ada orang merusaknya, kita harus sekuat tenaga melindunginya.  Jangan biarkan ia dihancurkan.

9.       MENGHORMATI TETUA.
Meski sebagai murid yang hebat, pintar, terhadap orang tua, kita anggap sebagai tetua.
Kita sendiri seharusnya menghormati mereka, jangan meremehkan mereka!

10.   MENYAYANGI NYAWA SEMUA MAHLUK.
Asalkan yang bernyawa termasuk semut yang kecil, ia juga punya rasa sakit, bahkan takut akan kematian.  Seharusnya kita bisa mengayomi mereka, kenapa boleh seenaknya bunuh dan makan?

Kebajikan tidak ada batas, mana bisa dijelaskan sampai habis!
Asalkan semua kata-katamu satu per satu dilaksanakan, maka kita bisa melakukan kebajikan yang tak terhingga.



MANFAAT DARI MEMBANGUN KEBAJIKAN

Seperti yang tertera dalam kitab Hukum Kebenaran Langit :
Terhadap orang yang sombong dan puas sendiri, akan dilimpahkan kerugian.  Namun sebaliknya akan membuat orang mendapat manfaat.

Demikian juga dengan Hukum Kebenaran Bumi :
Air gunung selalu mengalir kebawah sampai ketempat yang paling rendah.
Dewa bagai Hantu, orang yang sombong selalu saja di ringkus olehnya.  Dan melindungi orang yang rendah hati.  Demikian juga manusia, orang yang sombong pasti dibenci.

Hanya orang yang rendah hati yang di hormati orang lain.
Singkatnya Langit, Bumi, Hantu, Dewa dan Manusia selalu condong kebagian yang rendah hati.
Seperti yang tertera dalam kitab, cepat puas akan rugi, rendah hati akan terima manfaat.

Hanya orang yang rendah hati yang bisa mendapatkan pembalasan berkah.

Takdir diciptakan Tuhan, yang menentukannya adalah manusia.

Harus banyak menanam kebajikan, berkah apapun yang kita mohon pasti tercapai.
Menanam kebajikan harus bersumber dari hati.

Jika hati selalu mengamalkan kebajikan, maka jasa pahala tak bertepi.

Setiap saat berjuang membina jasa pahala, setiap saat berjuang menanam kebajikan.

3 inch diatas kepala ada Dewa, kita tidak bisa lolos dari perbuatan yang salah.

Mujur, sial, petaka, berkah semuanya terletak pada satu niat saja.

Asal kita punya hati untuk menuntaskan sikap jelek kita.

Asalkan rendah hati dan tidak tinggi hati, maka Langit Bumi Dewa Hantu akan menjaga kita.  Dan kita akan memiliki akar dalam menikmati berkah.  Orang yang sombong tidak akan memiliki itu.

Pepatah Kuno mengatakan…
Ada hati untuk memohon nama reputasi pasti bisa memperolehnya. Ada hati memohon harta, pasti bisa mendapatkannya.

Manusia perlu rendah hati dalam setiap niat pikirannya seperti bertemu dengan masalah kecil tetap saja memberikan kenyamanan bagi orang lain.

Bila melakukan ini, maka bisa menggugah Langit dan Bumi, dan menciptakan berkah, semuanya tergantung pada diri sendiri.  Kalau kita sendiri ingin menciptakannya, maka kita pasti mampu.

Kita perlu menerapkan hati mencari nama dalam melaksanakan kebajikan, bahkan dilakukan dengan sekuat tenaga, dari awal sampai selamanya, maka nasib dan berkah ditentukan oleh kita sendiri.

Dikutip dari buku Liao Fan Se Wen dalam VCD “Cara Memperbaiki Nasib”
(Liao Fan Se Wen adalah seorang yang berkebajikan besar dari China)

Rabu, 28 September 2011

Tipitaka

Tipitaka

Kanon Pali atau Tipitaka berarti tiga keranjang penyimpanan Kanon (Kitab Suci). Selama beberapa abad sabda-sabda Sang Buddha disampaikan dengan turun temurun dengan lisan saja, yaitu dengan jalan menghafalkannya di luar kepala. Ajaran Sang Buddha dibukukan beberapa ratus tahun setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana.
Segera setelah Buddha Gotama mencapai Parinibbana, diadakanlah Sidang Agung (Sangha-samaya) pertama di Gua Satapana, di kota Rajagaha (343 S.M.). Sidang ini dipimpin oleh Y.A. Kassapa Thera. Sidang ini dihadiri oleh 500 orang bhikkhu yang semuanya telah mencapai tingkat Arahat. Sidang ini bertujuan menghimpun ajaran-ajaran Buddha Gotama yang diberikan di tempat-tempat yang berlainan, pada waktu-waktu yang berbeda dan kepada orang-orang yang berlainan pula selama 45 tahun. Dalam sidang tersebut Y.A. Upali mengulang tata tertib bagi para bhikkhu dan bhikkhuni (Vinaya) dan Y.A. Ananda mengulang khotbah-khotbah (Sutta) Buddha Gotama. Ajaran-ajaran ini dihafalkan di luar kepala dan diajarkan lagi kepada orang lain dari mulut ke mulut.
Sidang Agung kedua diselenggarakan di kota Vesali lebih kurang 100 tahun kemudian (kira-kira 43 S.M.). Sidang ini diadakan untuk membicarakan tuntutan segolongan bhikkhu (golongan Mahasangika), yang menghendaki agar beberapa paraturan tertentu dalam Vinaya, yang dianggap terlalu keras, diubah atau diperlunak. Dalam sidang ini golongan Mahasangika memperoleh kekalahan dan sidang memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya yang sudah ada. Pimpinan sidang ini adalah Y.A. Revata.
Lebih kurang 230 tahun setelah Sidang Agung pertama, diselenggarakan Sidang Agung ketiga di ibu kota kerajaan Asoka, yaitu Pataliputta. Sidang ini dipimpin oleh Y.A. Tissa Moggaliputta dan bertujuan menertibkan beberapa perbedaan pendapat yang menyebabkan perpecahan di dalam Sangha. Di samping itu, sidang memeriksa kembali dan menyempurnakan Kanon (Kitab Suci) Pali. Dalam Sidang Agung ketiga ini, ajaran Abhidhamma diulang secara terperinci, sehingga dengan demikian lengkaplah sudah Kanon Pali yang terdiri atas tiga kelompok besar, meskipun masih belum dituliskan dalam kitab-kitab dan masih dihafal di luar kepala. Golongan para bhikkhu yang terkena penertiban meninggalkan golongan Sthaviravada (pendahulu dari golongan yang sekarang dikenal sebagai Theravada) dan mengungsi ke arah Utara.
Sidang Agung keempat diselenggarakan di Srilanka pada 400 tahun setelah Sang Buddha Gotama mangkat. Sidang ini berhasil secara resmi menulis ajaran-ajaran Buddha Gotama di daun-daun lontar yang kemudian dijadikan buku Tipitaka dalam bahasa Pali. Kitab Suci Tipitaka terdiri atas :
A. Vinaya Pitaka
B. Sutta Pitaka
C. Abhidhamma Pitaka

Berikut ini disampaikan ringkasan kumpulan kotbah Sang Buddha yang hingga saat ini telah tersedia dalam bahasa Indonesia.

Vinaya Pitaka

Sutta Pitaka

Abhidhamma Pitaka

Sumber : Samaggi-Phala